Makalah Karakteristik Multikultural

| Kamis, 06 Februari 2014
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Multikultural di berbagai negara memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan sejarah, unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki dan visi dalam memandang tentang multikultural. Tiap negara memiliki kekhasan dalam memahami fenomena multikultural. Pendidikan Multikultural dari beberapa negara tersebut untuk menunjukkan bahwa persoalan multikultural setiap negara itu ada yang bersifat unik dan perlu penanganan yang unik pula, di samping hal-hal umum yang berlaku pada semua negara.  (Sutarno: 2000)
Suku, etnis, ras, agama termasuk dalam multikultural. Dinegara Amerika Serikat contohnya, terdapat beberapa etnis yang pernah tinggal disana sejak ratusan tahun yang lalu. Inggris, Kanada dan Autralia juga mempunyai karakteristik dalam pendidikan multikultural. Termasuk negara kita. Negara Indonesia yang mempunyai benyak pulau dengan kekayaan budaya ditiap-tiap pulaunya.
Maka dari itu, setiap negara pasti mempunyai karakter pendidikan multikultural yang berbeda sesuai dengan keadaan atau kondisi dan kekayaan budaya yang ada di negaranya.

           
B. Rumusan Masalah
a.       Bagaimana karakteristik pendidikan multikultural di berbagai negara?
b.      Bagaimana karakteristik pendidikan multikultural di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah tentang Karakteristik  Pendidikan Multikultural antara lain sebagai berikut:
a.       Menjelaskan karakteristik pendidikan multikultural diberbagai negara
b.      Menjelaskan karakteristik pendidikan multikultural di Indonesia
  
PEMBAHASAN

A.      Karakteristik Pendidikan Multikultural di Berbagai Negara
a.         Pendidikan Multikultural di Amerika Serikat
Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada imigran berkulit putih, sejak didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Di samping itu ada sekolah yang di dalamnya terdapat imigran berbahasa Spanyol (Mexico, Puerto Rico, Kuba) yang disebut Hispanis. (Sutarno: 2000: 3-3)
Sebelum membicarakan kelompok etnis yang ada di Amerika, perlu terlebih dahulu dijelaskan pengertian kelompok etnis. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan (Smith, 1987).
Berikut ini akan disajikan masing-masing kelompok etnis yang hidup di Amerika Serikat (Sutarno: 2000) :
a)        White Anglo Saxon Protestan (WASP)
Pendidikan di AS didominasi oleh budaya dominan yaitu budaya WASP artinya dikhususkan untuk kelompok berkulit putih (White) yang kebanyakan berasal dari Inggris, atau yang berbahasa Inggris (Anglo Saxon) dan beragama Protestan. WASP adalah sebuah tradisi tentang siapa yang seharusnya menjadi penguasa di Amerika Serikat. Pada awalnya, tradisi ini diperkenalkan dan dipertahankan oleh orang Inggris yang merasa superior karena merekalah yang membangun AS dengan pengetahuan dan ketrampilan mereka.
b)        Orang Amerika Keturunan Penduduk Asli Amerika (Native Americans) 
Native Americans adalah penduduk asli Amerika yang kini populasinya diperkirakan setengah juta orang. Bangsa India ini disebut penduduk asli karena telah ada di benua Amerika sebelum terjadi gelombang migrasi dari kelompok etnik dari Eropah, Afrika, maupun Asia selama lima ratus tahun.
c)        Orang Amerika Keturunan Afrika (African Americans)
Orang Afrika Amerika merupakan kelompok etnik dari benua Afrika yang pertama yang dijadikan budak oleh orang Spanyol dalam eksplorasi ke dunia baru, Amerika sejak 1619 sampai dengan abad 18. Kedatangan orang kulit hitam ini jumlahnya semakin membesar dan hal ini mendorong pemerintah untuk mengakui kehadiran mereka sebagai budak dalam The Thirteenth Amandment to the Constitution, yang mengatur perbudakan secara hukum di tahun 1865. Jumlah mereka di AS diperkirakan 10 juta orang yang tinggal di bagian barat benua.
d)       Orang Amerika Keturunan Asia (Asian Americans)
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sekitar 4 persen dari penduduk Amerika Serikat dengan mayoritas berasal dari Cina dan Jepang, di samping imigran dari Filipina, Korea, disusul orang Vietnam yang baru masuk ke AS dalam beberapa tahun terakhir ini. Tiga kelompok terakhir ini dikenal di As sebagai Recent Asian Immigrants. Orang Cina Amerika (Chinese Americans) merupakan bagian dari Asian Americans yang tercatat memasuki Amerika ketika terjadi depresi ekonomi dunia tahun 1870-an. Pertumbuhan orang Cina di AS kini sangat cepat dibandingkan pertumbuhan orang Cina di berbagai belahan dunia, termasuk Cina sendiri. Orang Jepang Amerika (Japanese Americans) adalah imigran Jepang yang merupakan bagian dari Asian Americans yang mulai berdatangan ke AS tahun 1860-an. Hukum imigran tahun 1920-an menghentikan imigrasi orang Jepang ke benua Amerika.
e)        Orang Amerika yang Berkebudayaan Spanyol (Hispanic Americans)
Secara etimologi Hispanis/Hispano berasal dari bahasa Latin Hispanus, yang merupakan kata sifat dari Hispania, nama yang diberikan oleh orang Rowawi selama periode Republik Romawi pada seluruh Iberian Peninsula. Untuk jaman modern Iberian Peninsula mencakup Spanyol dan Portugal. Di dalam era modern, Hispanis/Hispano biasanya hanya diterapkan pada Spanyol, orang-orang dan budayanya, sedangkan Portugal dan orang-orangnya (meliputi Brazil dan Orang Brazil yang berbahasa Portugis) secara umum disebut Luso/Lusitanis. Dalam bahasa Spanyol, kata “Hispano” juga digunakan sebagai elemen pertama yang menunjuk pada Spanyol dan orang Spanyol, sebagai pembeda dari Anglo yang digunakan untuk menunjuk pada Inggris dan bahasa Inggris. Jadi, “Spanyol Amerika” adalah Hispano-Amerika.
Dengan ekspansi Kerajaan Spanyol, orang-orang dari Spanyol menyebar ke seluruh dunia dan menciptakan koloni baru. Ekspansi ini terutama berpusat pada benua Amerika, khususnya pada apa yang disebut Hispanis Amerika (Hispanic America), yang terdiri dari semua negara-negara benua Amerika yang menjadi bagian dari Kerajaan Spanyol. Negara-negara ini, mewarisi budaya nenek moyang orang Spanyol, dan selanjutnya, orang-orang mereka dan budayanya dipandang sebagai Hispanic.
Hispanis Amerika merupakan kelompok etnik yang dapat dikatakan mewakili tiga budaya. Mexican American (Meksiko), Puerto Rico dan Cuban American (Cuba). Jumlah keturunan Hispanic Americans diperkirakan 12% dari jumlah penduduk AS. Persentase ini cenderung meningkat cepat karena migrasi dan tingkat kelahiran yang tinggi. Di antara hispanis ini kurang lebih 2/3 nya adalah Mexican American tinggal di Texas, New Mexico, dan Chicago. Pada umumnya keturunan Mexico - Amerika merupakan orang miskin yang jumlahnya diperkirakan dua kali lipat rata-rata dari kemiskinan nasional. Warga puerto rico yang jumlahnya sekitar tiga juta orang di AS ini memiliki identitas etnis berupa kemampuan berbahasa Spanyol dan status sosial ekonominya lebih tinggi. Cuban Americans merupakan kelompok etnik orang Amerika keturunan Kuba yang berimigrasi ke AS setelah tahun 1959 akibat revolusi sosial. Kini sekitar 1 juta orang Kuba hidup di AS dan rata-rata berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah dan tidak miskin jika dibandingkan dengan Hispanis lainnya.


f)         White Ethnic Americans
White Ethnic Americans merupakan kelompok orang Amerika berkulit putih yang menyatakan dirinya “tidak terikat” dengan WASP. Jadi, mereka digolongkan dalam kelompok etnik non-WASP. Mereka yang termasuk golongan ini adalah orang Jerman, Irlandia, Italia dan Polandia.
Sesudah perang saudara meletus pertengahan abad 19, Presiden Abraham Lincoln memberikan pendidikan terhadap veteran perang etnis Negro dan pendidikan bagi anak-anaknya. Sesudah Perang Dunia II gerakan Civil Rights Movement (Gerakan Hak-hak Sipil) terutama di bawah Dr Martin Luther King telah menghasilkan praktek pendidikan yang tidak membedakan warna kulit.

Selain etnis di atas, akhir abad 19 dan awal 20 terjadi gelombang imigran Yahudi dari Eropah Timur yang mengalami pengejaran. Selain itu masuk pula imigran Asia, terutama Cina dan Jepang sebagai tenaga kerja dalam pembangunan jalan kereta api di Pantai Barat (California). Kelompok ini ditambah imigran dari Hongkong, Taiwan, Cina, Vietnam dan Korea. Ahli demografi memprediksikan bahwa siswa kulit berwarna berkisar 46 % dari populasi usia sekolah negara menjelang tahun 2020. Siswa ini telah menjadi mayoritas di distrik sebagian besar sekolah di dua puluh lima negara bagian seperti California. Bukan hanya siswa menjadi meningkat ragamnya nanti, namun mereka juga menjadi semakin miskin. Jurang pemisah antara 85 % masyarakat AS dan yang miskin 15 % dari penduduk semakin neluas. Sekitar satu dari lima anak di AS yang keluar sekolah adalah karena miskin dan 15 juta anak di negara hidup berada di tangan perempuan. 
Pendidikan multikultural sekarang sudah mengalami perkembangan baik teoritis maupun praktek sejak konsep paling awal muncul tahun 1960-an yang pertama kali dikemukakan oleh Banks. Pada saat itu, konsep pendidikan multikultural lebih pada supremasi kulit putih di AS dan diskriminasi yang dialami kulit hitam (Murrell P. :1999). Pendidikan multikultural berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.
Terdapat empat jenis dan fase perkembangan pendidikan multikultural di Amerika (Banks, 2004: 4), yaitu:
a)        Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit putih dan kulit berwarna terutama terhadap kualitas pendidikan.
b)        Pendidikan menurut konsep salad bowl, di mana masing-masing kelompok etnis berdiri sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu tidak mengganggu kelompok yang lain.
c)        Konsep melting pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis dengan budayanya sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya. Namun dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dapat membina hidup bersama. Meskipun masing-masing kelompok tersebut mempertahankan bahasa serta unsur-unsur budayanya tetapi apabila perlu unsur-unsur budaya yang berbeda-beda tersebut ditinggalkan demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang berorientasi sebagai warga negara as. Kepentingan negara di atas kepentingan kelompok, ras, dan budaya.
d)       Pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik baru serta pandangan baru mengenai praksis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan yang sama terhadap semua anak tanpa membedakan asal usul serta agamanya. Studi tentang pengaruh budaya dalam kehidupan manusia menjadi sangat signifikan. Studi kultural membahas secara luas dan kritis mengenai arti budaya dalam kehidupan manusia.
Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada migran berkulit putih, sejak didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan (Smith, 1987). Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang lain seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau agama.
Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk mengubah Pendidikan Multikultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan materi multikultural) menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial. Berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan pada suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.
b.        Pendidikan Multikultural di Inggris
Pendidikan Multikultural di Inggris terkait dengan perkembangan revolusi industri pada tahun 1650-an. Pada awalnya Inggris terkenal sebagai masyarakat yang monokultur dan baru sesudah PD II menjadi multikultur ketika kedatangan tenaga kerja untuk pembangunan dari kepulauan Karibia dan India. Meskipun oleh pemerintah Inggris telah berusaha memperbaiki taraf kehidupan kelompok kulit berwarna ini, ternyata di dalam masyarakat terlihat adanya pembedaan-pembedaan di dalam perumahan, tenaga kerja, dan pendidikan.
Gerakan wanita bermula di akhir tahun 1700-an dan awal yahun 1800-an. Perubahan seperti revolusi Amerika dan Prancis mendorong gagasan mengenai ”kesamaan” dan ”kebebasan”. Sekalipun demikian kaum wanita tidak diizinkan untuk memberikan suara, dan sebagian besar mempunyai akses terbatas pada pendidikan.
Pada tahun 1792, seorang penulis Inggris bernama Mary Wollstonecraft menerbitkan A Vindication of the Rights of Woman, mengemukakan keyakinannya dalam persamaan hak untuk pria dan wanita. Ide ini mendapat dukungan kuat selama tahun 1800-an, dan banyak wanita yang mulai melakukan kampanye menuntut reformasi.
Pendidikan Multikultural berkembang sejalan dengan banyaknya kaum imigran
yang memasuki Inggris, namun masih terdapat perlakuan yang diskriminatif sehingga memunculkan berbagai gerakan yang berlatar belakang budaya. Gerakan ini merupakan gerakan politik yang didukung pandangan liberal, demokrasi dan gerakan kesetaraan manusia. Hal ini tidak lepas dari pemikiran kelompok progresif di Universitas Birmingham yang melahirkan studi budaya (cultural studies) pada tahun 1964 yang mengetengahkan pemikiran progresif kaum terpinggirkan yang didukung oleh Kaum Buruh (Labor party). Pendidikan Multikultural terjadi karena dorongan dari bawah, yaitu kelompok liberal (orang putih) bersama dengan kelompok kulit berwarna. Hal ini diperkuat oleh politik imigrasi melalui undangundang Commonwealth Immigrant Act tahun 1962 yang mengubah status kelompok kulit berwarna dari kelompok imigran menjadi “shelter” (penghuni tetap).
Pada tahun 1968 didirikan Select Community on Race Relations and Immigration (SCRRI) yang bertugas meninjau kebijakan imigrasi. Kesempatan ini digunakan oleh kaum imigran terutama dari Hindia Barat dan Asia untuk mengetengahkan permasalahannya. Pada tahun 1973 laporan SCRRI berkontribusi terhadap pendidikan kolompok imigran :
a)         Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua
b)        Penggantian istilah imigran dengan masyarakat multirasial (multiracal society)
c)         Menuntut pendidikan yang lebih baik
d)        Meminta untuk memenuhi tuntutan National Union of Teachers (NUT) akan adanya pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat multi rasial.
e)         Merumuskan bahwa pengertian seperti integrasi, asimilasi, pluralisme dapat digunakan untuk menggambarkan hal yang sama. (Tilaar, 2004).
Pada tahun 1981 terjadi perubahan yang signifikan dengan terbitnya British Nationality Act yang menghendaki agar Pendidikan Multikultural bukan hanya terlihat di bidang pendidikan namun juga forum-forum pendidikan masyarakat seperti jaringan televise BBC.
Pada tahun 1988 diundangkan Education Reform Act (ERA) yang mengandung dua arti, yaitu paham neoliberalisme yang percaya pada kekuatan pasar, dan neokonservatisme yang memberi kekuatan besar pada kontrol pusat. Paham neoliberalisme memberi kekuasaan yang lebih besar pada masing-masing sekolah untuk mengurus dirinya sendiri demikian juga kepada pemerintah lokal. Pandangan neokonservatisme mempertahankan kurikulum yang terpusat dan mempertahankan pendidikan agama yang bersifat Kristiani. Namun pelaksanaan kebijakan ini memungkinkan terjadinya diskriminasi. Penyerahan pendidikan pada kekuatan pasar berarti memperkecil kesempatan bagi kelompok kulit berwarna untuk mendapat pendidikan yang layak. Kelompok kulit berwarna tidak kompetitif dengan budaya dominan yang menguasai sumber pendidikan. Demikian juga dalam penulisan sejarah Inggris raya yang kurang menguntungkan kelompok minoritas.
c.         Pendidikan Multikultural di Kanada
Di Kanada ada konsep dan kebijakan multikultural yang harus memajukan bangsa dengan membandingkannya dengan negara lain. Negara ini berusaha keras Pendidikan Multikultural 3-9 untuk tidak terlalu menggantungkan ekonominya pada AS dan mencoba mempersatukan multikulturalnya demi kemajuan bangsa.
Pendidikan Multikultural di Kanada berbeda dengan negara tetangganya AS karena perbedaan sejarah dan komposisi penduduknya. Etnis terbesar dari Perancis dan Inggris selanjutnya dari etnis lain seperti Jerman, Cina, Italia, penduduk asli Indian, Asia Selatan, Ukraina serta etnis lain.
Sejarah pertumbuhan penduduk Kanada dapat diidentifikasi atas empat kelompok:
a)        Etnis asli ada sekitar 50 jenis dengan berbagai bahasa yang hidup secara nomaden sebagai pemburu dan petani.
b)        Abad 16 sampai 1760 masuk etnis Perancis sebagai penjajah dan pedagang karena perdagangan bulu binatang. Percampuran etnis Perancis dengan penduduk asli Indian melahirkan penduduk Metis.
c)        Kedatangan Inggris setelah Treaty of Paris (1763) yang ditambah etnis Perancis yang terlibat Perang Kemerdekaan Amerika 1776.
d)       Imigran dari Eropah (terutama Belanda, Ukraina dan Jerman) dan Asia (Jepang, India, Cina) dilatar belakangi kebutuhan pekerja di propinsi tengah dan barat.

Sesudah PD II terjadi banjir imigran dari Italia, Jerman, Belanda dan Polandia. Pada tahun 1960-an terjadi perkembangan ekonomi Kanada yang membutuhkan tenaga terdidik untuk memenuhi kebutuhan metropolitan. Toronto menjadi pusat konsentrasi imigran asing.
Berbeda dengan AS yang menerapkan politik asimilasi, Pemerintah Liberal Kanada menerapkan politik multi kulturalisme (1971) yang memberlakukan status yang sama untuk bahasa Perancis dan Inggris sebagai bahasa resmi.
Pada tahun 1972 didirikanlah Direktorat Multikultural di dalam lingkungan Departemen Luar Negeri untuk memajukan cita-cita multikultural, integrasi social, dan hubungan positif antarras. Upaya tersebut melahirkan Canadian Multiculturalism act (1988) yang isinya antara lain:
a)        alokasi dana untuk memajukan hubungan harmonis antar ras
b)        memperluas saling pengertian kebudayaan yang berbeda
c)        memelihara budaya dan bahasa asli
d)       kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
e)        pengembangan kebijakan multikultural di semua kantor pemerintah federal.

Kanada merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan legal terhadap multikulturalisme. Sekalipun kebijakan multikultural merupakan kebijakan federal, namun masing-masing negara bagian melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan multikultural dimasukkan dalam bentuk yang berbeda-beda di dalam program sekolah, penataran guru. Kurikulum dikaji ulang untuk dilihat hal-hal yang mengandung stereotipe dan prasangka antaretnis. Demikian pula di dalam pendidikan oleh Ontario Heritage Language Programme yang didirikan tahun 1977 memberikan bantuan terhadap pengajaran bahasa etnis yang bermacam-macam sesudah jam resmi sekolah. Diberikan penataran guru untuk menyebarluaskan sumber-sumber yang bebas dari prasangka, terutama kelompok kulit berwarna (black population). Di propinsi Manitoba, Alberta, Saskacthewan diijinkan memberikan bahasa di luar bahasa Inggris dan Perancis sampai 50 % dari jumlah jam di sekolah. Kebijakan ini diterima dengan baik oleh kelompok imigran, terutama imigran Ukraina dan Jerman.
Sejak 1993, beberapa dewan pendidikan seperti Vancouver School Board melaksanakan penataran guru-guru untuk Pendidikan Multikultural, mendirikan komite penasehat untuk hubungan rasial, serta melembagakan hubungan rasial di distrik sekolah.
Secara terinci Magsino (1985) mengidentifikasi 6 jenis model Pendidikan Multikultural:
a)        Pendidikan “emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi dari keanekaan budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional.
b)        Pendidikan kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu pendidikan khusus pada anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang sama dengan mengurangi perbedaan antara sekolah dan keluarga, atau antara kebudayaan yang dikenalnya di rumah dengan kebudayaan di sekolah. Model ini bertujuan membantu anak untuk menguasai bahasa resmi serta norma dominan dalam masyarakat.
c)        Pendidikan untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan untuk memupuk sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok yang berbeda. Model ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat perbedaan budaya sebagai hal yang berharga dalam masyarakat. Di dalam kaitan ini Pendidikan Multikultural diarahkan kepada memperkuat keadilan sosial dengan menentang berbagai jenis diskriminasi dan etnosentrisme.
d)       Pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan model ini adalah mempertegas adanya kesamaan dari kelompok yang bermacam-macam. Mengakui adanya partikularisme dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan.
e)        Pendidikan “accomodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara nilai-nilai kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan.
f)         Pendidikan Multikultural yang bertujuan untuk adaptasi serta pendidikan untuk memelihara kompetensi bikultural. Model ini mengatasi pendekatan kelompok spesifik, identifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara cross-cultural dengan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa atau kebudayaan yang lain. (Tilaar, 2004).
Pengalaman di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural content) di dalam kurikulum sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang utama adalah bagaimana mencapai kemajuan akademis. Pendidikan Multikultural di Kanada tergantung di mana pendidikan multietnis itu berada di dalam kerangka struktur ekonomi, politik, dan sosial masyarakatnya.
d.        Pendidikan Multikultural Di Australia
Australia tidak dapat menahan masuknya orang Asia sehingga dia tidak dapat menutup ekonominya bagi bangsa-bangsa Asia dan Pasifik, karena karena imigran dari kedua benua itu masuk dengan jumlah dan waktu yang sangat cepat. Akibatnya, Australia mengubah kebijakannya dari White Australia Policy ke multicultural policy. Dampak dari perubahan kebijakan itu membuat orang Aborigin meningkatkan kepercayaan dirinya. Aborigin, penduduk asli Australia berasal dari benua Asia. Menyusul imigran dari Eropah yang sebagian merupakan orang hukuman dibawa oleh kapten Arthur Philip. Pada mulanya imigran pertama yang memasuki Australia berasal dari para narapidana serta pembangkang politik Irlandia, kemudian berdatangan orang Jerman yang terusir dari negerinya karena masalah agama. Menyusul orang India dan Cina sebagai pekerja kasar. Ketika diketemukan emas di New South Wales dan Victoria mulai berdatangan para pekerja dari berbagai bangsa.
Paham multikulturalisme di Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik, terutama Partai Buruh. Pelaksanaan Pendidikan Multikultural dapat dibedakan tiga fase perkembangan yaitu dari politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan untuk kaum migran bersifat pasif. Artinya anak kaum imigran menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang ada. Karena ada kesulitan dalam penggunaan bahasa Inggris bagi anak imigran diberikanlah bantuan laboratorium bahasa. Hingga tahun 1970-an kurikulum masih terpusat hingga menyulitkan di dalam menyesuaikan dengan kebutuhan multietnis Australia. Kedua, dari pendidikan imigran ke Pendidikan Multikultural (1972-1986) semua propinsi di Australia telah mengadopsi kebijakan Pendidikan Multikultural. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: “ Di dalam masyarakat multi budaya, masing-masing orang memiliki hak atas integritas budaya; memiliki citra diri yang positif (a positif self image), dan untuk pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan. Masing-masing orang tidak hanya harus menyatakan perasaan yang psitif terhadap warisan budayanya sendiri tetapi juga harus mengalami seperti perasaan terhadap warisan budaya orang lain.”
Tujuan Pendidikan Multikultural adalah:
a)        Pengertian dan menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah masyarakat multibudaya di dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah kolonisasi bangsa Eropah.
b)        Menemukan kesadaran dan kontribusi dari berbagai latar kebudayaan untuk membangun Australia.
c)        Pengertian antar budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah laku, kepercayaan, nilai-nilai yang berkaitan dengan multikulturalisme.
d)       Tingkah laku yang memperkuat keselarasan antaretnis.
e)        Memperluas kesadaran akan penerimaannya sebagai seseorang yang mempunyai identitas nasional Australia tetapi juga akan identitas yang spesifik di dalam masyarakat multi budaya Australia.
Program Pendidikan Multikultural antara lain berbentuk bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, pendidikan “community language” yaitu bahasa yang digunakan di dalam suatu masyarakat tertentu. Ketiga, imperatif ekonomi dalam Pendidikan Multikultural (1986-1993). Yaitu adanya bantuan dana dan masuknya Asian Studies Program yang berisi bahasa Asia dan kebudayaannya. Bahkan informasi terakhir pelajaran Bahasa Indonesia sudah dimasukkan di dalam kurikulum sekolah dasar. Dewasa ini hampir semua sekolah di Australia telah melaksanakan Pendidikan Multikultural.
Pendidikan Multikultural Australia mempunyai wajah yang spesifik. Kebijakan imigrasi dan masalah etnis dipecahkan secara konsensus dari seluruh masyarakat. Ada pakar yang berpendapat bahwa Australia merupakan masyarakat yang polietnik bukan multi kultur dalam arti Australia lebih bercorak Anglo Saxon yang menerima kebhinekaan selama tidak mengganggu atau mengubah gaya hidup masyarakat Anglo Saxon tersebut.

e.         Pendidikan Multikultural di Beberapa Negara di Asia
Cina menerapkan kebijakan khusus untuk melindungi kaum minoritas. Cina menempuh kebijakan itu karena tidak bisa mengelak dari praktek multikultural di negeri itu. Lalu bagaimana dengan Malaysia? Malaysia merupakan tipikal bangsa dengan multietnik di Asia. Malaysia telah mengadopsi kebijakan asimilasi melalui kebijakan “Bumiputera policy”. Jadi ada pembagian fasilitas kepada kaum bumi putera. Tetapi sejak perkembangan ekonomi internasional berubah makin cepat, lahir kecenderungan baru ke arah pluralisme budaya (cultural pluralization).
Jepang telah berubah dari masyarakat multietnik menjadi multikultural. Awalnya Jepang terdiri dari ras penduduk yang homogen tetapi kemudian berubah karena banyak pekerja masuk dari luar.

B.       Karakteristik Pendidikan Multikultural di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena:
a)        Letak geografis indonesia
b)        Perkawinan campur
c)        Iklim
Multikultural di Indonesia bersifat normatif. Multikulural normatif adalah petunjuk tentang berbagai kepentingan yang membimbing pada pengakuan yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali diamanatkan dalam UUD 1945. Ketentuan di dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia mencakupi berbagai kelompok etnis. Mereka telah berbagi komitmen dalam membangun bangsa Indonesia.
Di dalam pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk pendidikan nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan perspektif multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan keberadaan aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia. Multikultural hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional.

Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:
a.         Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.
Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.
b.        Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.
c.         Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.

PENUTUP

A.      Simpulan
     Setiap negara mempunyai karakteristik pendidikan multikultural yang berbeda dengan negara lain. Semua tergantung dengan kekayaan  budaya dan sudut pandang tentang multikultural oleh setiap negara.
     Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk mengubah Pendidikan Multikultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan materi multikultural) menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial.
Pendidikan Multikultural  di Inggris, berkembang sejalan dengan banyaknya kaum imigran yang memasuki Inggris, namun masih terdapat perlakuan yang diskriminatif sehingga memunculkan berbagai gerakan yang berlatar belakang budaya.
Pendidikan Multikultural di Kanada berbeda dengan negara tetangganya AS karena perbedaan sejarah dan komposisi penduduknya. Pengalaman di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural content) di dalam kurikulum sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang utama adalah bagaimana mencapai kemajuan akademis.
Pelaksanaan Pendidikan Multikultural di Australia dapat dibedakan tiga fase perkembangan yaitu dari politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan untuk kaum migran bersifat pasif. Kedua, dari pendidikan imigran ke Pendidikan Multikultural (1972-1986) semua propinsi di Australia telah mengadopsi kebijakan Pendidikan Multikultural. Ketiga, imperatif ekonomi dalam Pendidikan Multikultural (1986-1993). Yaitu adanya bantuan dana dan masuknya Asian Studies Program yang berisi bahasa Asia dan kebudayaannya.
Cina menerapkan kebijakan khusus untuk melindungi kaum minoritas. Cina menempuh kebijakan itu karena tidak bisa mengelak dari praktek multikultural di negeri itu. Sedangkan Malaysia merupakan tipikal bangsa dengan multietnik di Asia. Malaysia telah mengadopsi kebijakan asimilasi melalui kebijakan “Bumiputera policy”. Dan Jepang telah berubah dari masyarakat multietnik menjadi multikultural.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Multikultural di Indonesia bersifat normatif. Ada pun tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia yaitu, 1) agama, suku bangsa dan tradisi, 2) kepercayaan dan  3) toleransi.

B.       Saran
Dari makalah ini, penulis berharap agar para pembaca senantiasa menjaga keanekaragaman kebudayaan yang ada di negaranya. Dan pendidikan  multikultural sangat penting untuk masyarakat.
  
Daftar Pustaka
Sutarno. 2000. Pendidikan Multikultural. Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.






















0 komentar:

Next Prev
▲Top▲