PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Multikultural di berbagai
negara memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan sejarah,
unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki dan visi dalam memandang tentang
multikultural. Tiap negara memiliki kekhasan dalam memahami fenomena
multikultural. Pendidikan Multikultural dari beberapa negara tersebut untuk
menunjukkan bahwa persoalan multikultural setiap negara itu ada yang bersifat
unik dan perlu penanganan yang unik pula, di samping hal-hal umum yang berlaku
pada semua negara. (Sutarno: 2000)
Suku, etnis,
ras, agama termasuk dalam multikultural. Dinegara Amerika Serikat contohnya,
terdapat beberapa etnis yang pernah tinggal disana sejak ratusan tahun yang
lalu. Inggris, Kanada dan Autralia juga mempunyai karakteristik dalam
pendidikan multikultural. Termasuk negara kita. Negara Indonesia yang mempunyai
benyak pulau dengan kekayaan budaya ditiap-tiap pulaunya.
Maka dari itu,
setiap negara pasti mempunyai karakter pendidikan multikultural yang berbeda sesuai
dengan keadaan atau kondisi dan kekayaan budaya yang ada di negaranya.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana karakteristik pendidikan
multikultural di berbagai negara?
b. Bagaimana karakteristik pendidikan
multikultural di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
makalah tentang Karakteristik Pendidikan
Multikultural antara lain sebagai berikut:
a. Menjelaskan karakteristik pendidikan
multikultural diberbagai negara
b. Menjelaskan karakteristik pendidikan
multikultural di Indonesia
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Pendidikan Multikultural di Berbagai
Negara
a.
Pendidikan Multikultural di Amerika Serikat
Pendidikan di AS pada mulanya hanya
dibatasi pada imigran berkulit putih, sejak didirikan sekolah rendah pertama
tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di
Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation
Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya
adalah proses Amerikanisasi. Di samping itu ada sekolah yang di dalamnya
terdapat imigran berbahasa Spanyol (Mexico, Puerto Rico, Kuba) yang disebut
Hispanis. (Sutarno: 2000: 3-3)
Sebelum membicarakan kelompok etnis yang
ada di Amerika, perlu terlebih dahulu dijelaskan pengertian kelompok etnis.
Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya
saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan
(Smith, 1987).
Berikut ini akan disajikan masing-masing
kelompok etnis yang hidup di Amerika Serikat (Sutarno: 2000) :
a)
White Anglo Saxon Protestan (WASP)
Pendidikan
di AS didominasi oleh budaya dominan yaitu budaya WASP artinya dikhususkan
untuk kelompok berkulit putih (White) yang kebanyakan berasal dari Inggris,
atau yang berbahasa Inggris (Anglo Saxon) dan beragama Protestan. WASP adalah
sebuah tradisi tentang siapa yang seharusnya menjadi penguasa di Amerika
Serikat. Pada awalnya, tradisi ini diperkenalkan dan dipertahankan oleh orang
Inggris yang merasa superior karena merekalah yang membangun AS dengan pengetahuan
dan ketrampilan mereka.
b)
Orang Amerika Keturunan Penduduk Asli Amerika
(Native Americans)
Native
Americans adalah penduduk asli Amerika yang kini populasinya diperkirakan setengah
juta orang. Bangsa India ini disebut penduduk asli karena telah ada di benua
Amerika sebelum terjadi gelombang migrasi dari kelompok etnik dari Eropah,
Afrika, maupun Asia selama lima ratus tahun.
c)
Orang Amerika Keturunan Afrika (African Americans)
Orang
Afrika Amerika merupakan kelompok etnik dari benua Afrika yang pertama yang
dijadikan budak oleh orang Spanyol dalam eksplorasi ke dunia baru, Amerika
sejak 1619 sampai dengan abad 18. Kedatangan orang kulit hitam ini jumlahnya
semakin membesar dan hal ini mendorong pemerintah untuk mengakui kehadiran
mereka sebagai budak dalam The Thirteenth Amandment to the Constitution,
yang mengatur perbudakan secara hukum di tahun 1865. Jumlah mereka di AS
diperkirakan 10 juta orang yang tinggal di bagian barat benua.
d)
Orang Amerika Keturunan Asia (Asian Americans)
Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah sekitar 4 persen dari penduduk Amerika
Serikat dengan mayoritas berasal dari Cina dan Jepang, di samping imigran dari
Filipina, Korea, disusul orang Vietnam yang baru masuk ke AS dalam beberapa
tahun terakhir ini. Tiga kelompok terakhir ini dikenal di As sebagai Recent
Asian Immigrants. Orang Cina Amerika (Chinese Americans) merupakan
bagian dari Asian Americans yang tercatat memasuki Amerika ketika terjadi
depresi ekonomi dunia tahun 1870-an. Pertumbuhan orang Cina di AS kini sangat
cepat dibandingkan pertumbuhan orang Cina di berbagai belahan dunia, termasuk
Cina sendiri. Orang Jepang Amerika (Japanese Americans) adalah imigran
Jepang yang merupakan bagian dari Asian Americans yang mulai berdatangan ke AS
tahun 1860-an. Hukum imigran tahun 1920-an menghentikan imigrasi orang Jepang
ke benua Amerika.
e)
Orang Amerika yang Berkebudayaan Spanyol (Hispanic
Americans)
Secara etimologi Hispanis/Hispano berasal
dari bahasa Latin Hispanus, yang merupakan kata sifat dari Hispania,
nama yang diberikan oleh orang Rowawi selama periode Republik Romawi pada
seluruh Iberian Peninsula. Untuk jaman modern Iberian Peninsula mencakup
Spanyol dan Portugal. Di dalam era modern, Hispanis/Hispano biasanya hanya
diterapkan pada Spanyol, orang-orang dan budayanya, sedangkan Portugal dan
orang-orangnya (meliputi Brazil dan Orang Brazil yang berbahasa Portugis)
secara umum disebut Luso/Lusitanis. Dalam bahasa Spanyol, kata “Hispano” juga
digunakan sebagai elemen pertama yang menunjuk pada Spanyol dan orang Spanyol,
sebagai pembeda dari Anglo yang digunakan untuk menunjuk pada Inggris dan
bahasa Inggris. Jadi, “Spanyol Amerika” adalah Hispano-Amerika.
Dengan ekspansi Kerajaan Spanyol,
orang-orang dari Spanyol menyebar ke seluruh dunia dan menciptakan koloni baru.
Ekspansi ini terutama berpusat pada benua Amerika, khususnya pada apa yang disebut
Hispanis Amerika (Hispanic America), yang terdiri dari semua negara-negara
benua Amerika yang menjadi bagian dari Kerajaan Spanyol. Negara-negara ini,
mewarisi budaya nenek moyang orang Spanyol, dan selanjutnya, orang-orang mereka
dan budayanya dipandang sebagai Hispanic.
Hispanis Amerika merupakan kelompok
etnik yang dapat dikatakan mewakili tiga budaya. Mexican American (Meksiko),
Puerto Rico dan Cuban American (Cuba). Jumlah keturunan Hispanic Americans
diperkirakan 12% dari jumlah penduduk AS. Persentase ini cenderung meningkat cepat
karena migrasi dan tingkat kelahiran yang tinggi. Di antara hispanis ini kurang
lebih 2/3 nya adalah Mexican American tinggal di Texas, New Mexico, dan Chicago.
Pada umumnya keturunan Mexico - Amerika merupakan orang miskin yang jumlahnya
diperkirakan dua kali lipat rata-rata dari kemiskinan nasional. Warga puerto rico
yang jumlahnya sekitar tiga juta orang di AS ini memiliki identitas etnis
berupa kemampuan berbahasa Spanyol dan status sosial ekonominya lebih tinggi.
Cuban Americans merupakan kelompok etnik orang Amerika keturunan Kuba yang
berimigrasi ke AS setelah tahun 1959 akibat revolusi sosial. Kini sekitar 1 juta
orang Kuba hidup di AS dan rata-rata berpendidikan tinggi, berpendapatan
menengah dan tidak miskin jika dibandingkan dengan Hispanis lainnya.
f)
White Ethnic Americans
White Ethnic Americans merupakan kelompok
orang Amerika berkulit putih yang menyatakan dirinya “tidak terikat” dengan
WASP. Jadi, mereka digolongkan dalam kelompok etnik non-WASP. Mereka yang termasuk
golongan ini adalah orang Jerman, Irlandia, Italia dan Polandia.
Sesudah perang saudara meletus
pertengahan abad 19, Presiden Abraham Lincoln memberikan pendidikan terhadap
veteran perang etnis Negro dan pendidikan bagi anak-anaknya. Sesudah Perang
Dunia II gerakan Civil Rights Movement (Gerakan Hak-hak Sipil) terutama
di bawah Dr Martin Luther King telah menghasilkan praktek pendidikan yang tidak
membedakan warna kulit.
Selain etnis di atas, akhir abad 19
dan awal 20 terjadi gelombang imigran Yahudi dari Eropah Timur yang mengalami
pengejaran. Selain itu masuk pula imigran Asia, terutama Cina dan Jepang
sebagai tenaga kerja dalam pembangunan jalan kereta api di Pantai Barat
(California). Kelompok ini ditambah imigran dari Hongkong, Taiwan, Cina,
Vietnam dan Korea. Ahli demografi memprediksikan bahwa siswa kulit berwarna
berkisar 46 % dari populasi usia sekolah negara menjelang tahun 2020. Siswa ini
telah menjadi mayoritas di distrik sebagian besar sekolah di dua puluh lima
negara bagian seperti California. Bukan hanya siswa menjadi meningkat ragamnya
nanti, namun mereka juga menjadi semakin miskin. Jurang pemisah antara 85 %
masyarakat AS dan yang miskin 15 % dari penduduk semakin neluas. Sekitar satu
dari lima anak di AS yang keluar sekolah adalah karena miskin dan 15 juta anak
di negara hidup berada di tangan perempuan.
Pendidikan
multikultural sekarang sudah mengalami perkembangan baik teoritis maupun
praktek sejak konsep paling awal muncul tahun 1960-an yang pertama kali
dikemukakan oleh Banks. Pada saat itu, konsep pendidikan multikultural lebih
pada supremasi kulit putih di AS dan diskriminasi yang dialami kulit hitam
(Murrell P. :1999). Pendidikan multikultural berkembang di dalam masyarakat
Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.
Terdapat
empat jenis dan fase perkembangan pendidikan multikultural di Amerika (Banks,
2004: 4), yaitu:
a)
Pendidikan
yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit putih dan kulit
berwarna terutama terhadap kualitas pendidikan.
b)
Pendidikan
menurut konsep salad bowl, di mana masing-masing kelompok etnis berdiri
sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu tidak mengganggu
kelompok yang lain.
c)
Konsep melting
pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis dengan budayanya
sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya. Namun dengan menyadari
adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dapat membina hidup bersama.
Meskipun masing-masing kelompok tersebut mempertahankan bahasa serta
unsur-unsur budayanya tetapi apabila perlu unsur-unsur budaya yang berbeda-beda
tersebut ditinggalkan demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang
berorientasi sebagai warga negara as. Kepentingan negara di atas kepentingan
kelompok, ras, dan budaya.
d) Pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik
baru serta pandangan baru mengenai praksis pendidikan yang memberikan
kesempatan serta penghargaan yang sama terhadap semua anak tanpa membedakan
asal usul serta agamanya. Studi tentang pengaruh budaya dalam kehidupan manusia
menjadi sangat signifikan. Studi kultural membahas secara luas dan kritis
mengenai arti budaya dalam kehidupan manusia.
Pendidikan
di AS pada mulanya hanya dibatasi pada migran berkulit putih, sejak didirikan
sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya
Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934
dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di
daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi.
Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya
saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan
(Smith, 1987). Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang lain seringkali
merupakan faktor yang berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi
ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa,
ritual, atau agama.
Pendidikan Multikultural
berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang bersifat antarbudaya
etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk mengubah Pendidikan
Multikultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan materi multikultural)
menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial. Berkaitan dengan
nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem
pendidikan pada suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi
dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi
tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai
kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.
b.
Pendidikan
Multikultural di Inggris
Pendidikan Multikultural di Inggris
terkait dengan perkembangan revolusi industri pada tahun 1650-an. Pada awalnya
Inggris terkenal sebagai masyarakat yang monokultur dan baru sesudah PD
II menjadi multikultur ketika kedatangan tenaga kerja untuk pembangunan dari
kepulauan Karibia dan India. Meskipun oleh pemerintah Inggris telah berusaha
memperbaiki taraf kehidupan kelompok kulit berwarna ini, ternyata di dalam
masyarakat terlihat adanya pembedaan-pembedaan di dalam perumahan, tenaga
kerja, dan pendidikan.
Gerakan wanita bermula di akhir tahun
1700-an dan awal yahun 1800-an. Perubahan seperti revolusi Amerika dan Prancis
mendorong gagasan mengenai ”kesamaan” dan ”kebebasan”. Sekalipun demikian kaum
wanita tidak diizinkan untuk memberikan suara, dan sebagian besar mempunyai
akses terbatas pada pendidikan.
Pada tahun 1792, seorang penulis Inggris
bernama Mary Wollstonecraft menerbitkan A Vindication of the Rights of
Woman, mengemukakan keyakinannya dalam persamaan hak untuk pria dan wanita.
Ide ini mendapat dukungan kuat selama tahun 1800-an, dan banyak wanita yang
mulai melakukan kampanye menuntut reformasi.
Pendidikan Multikultural berkembang
sejalan dengan banyaknya kaum imigran
yang memasuki Inggris, namun masih
terdapat perlakuan yang diskriminatif sehingga memunculkan berbagai gerakan
yang berlatar belakang budaya. Gerakan ini merupakan gerakan politik yang
didukung pandangan liberal, demokrasi dan gerakan kesetaraan manusia. Hal ini
tidak lepas dari pemikiran kelompok progresif di Universitas Birmingham yang
melahirkan studi budaya (cultural studies) pada tahun 1964 yang mengetengahkan
pemikiran progresif kaum terpinggirkan yang didukung oleh Kaum Buruh (Labor
party). Pendidikan Multikultural terjadi karena dorongan dari bawah, yaitu
kelompok liberal (orang putih) bersama dengan kelompok kulit berwarna. Hal ini
diperkuat oleh politik imigrasi melalui undangundang Commonwealth Immigrant
Act tahun 1962 yang mengubah status kelompok kulit berwarna dari kelompok
imigran menjadi “shelter” (penghuni tetap).
Pada tahun 1968 didirikan Select
Community on Race Relations and Immigration (SCRRI) yang bertugas meninjau
kebijakan imigrasi. Kesempatan ini digunakan oleh kaum imigran terutama
dari Hindia Barat dan Asia untuk mengetengahkan permasalahannya. Pada
tahun 1973 laporan SCRRI berkontribusi terhadap pendidikan kolompok
imigran :
a)
Bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua
b)
Penggantian
istilah imigran dengan masyarakat multirasial (multiracal society)
c)
Menuntut
pendidikan yang lebih baik
d)
Meminta
untuk memenuhi tuntutan National Union of Teachers (NUT) akan adanya
pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat multi rasial.
e)
Merumuskan
bahwa pengertian seperti integrasi, asimilasi, pluralisme dapat digunakan untuk
menggambarkan hal yang sama. (Tilaar, 2004).
Pada tahun 1981 terjadi perubahan
yang signifikan dengan terbitnya British Nationality Act yang
menghendaki agar Pendidikan Multikultural bukan hanya terlihat di bidang
pendidikan namun juga forum-forum pendidikan masyarakat seperti jaringan
televise BBC.
Pada tahun 1988 diundangkan Education
Reform Act (ERA) yang mengandung dua arti, yaitu paham neoliberalisme yang
percaya pada kekuatan pasar, dan neokonservatisme yang memberi kekuatan besar
pada kontrol pusat. Paham neoliberalisme memberi kekuasaan yang lebih besar
pada masing-masing sekolah untuk mengurus dirinya sendiri demikian juga kepada
pemerintah lokal. Pandangan neokonservatisme mempertahankan kurikulum yang
terpusat dan mempertahankan pendidikan agama yang bersifat Kristiani. Namun
pelaksanaan kebijakan ini memungkinkan terjadinya diskriminasi. Penyerahan
pendidikan pada kekuatan pasar berarti memperkecil kesempatan bagi kelompok
kulit berwarna untuk mendapat pendidikan yang layak. Kelompok kulit berwarna
tidak kompetitif dengan budaya dominan yang menguasai sumber pendidikan.
Demikian juga dalam penulisan sejarah Inggris raya yang kurang menguntungkan
kelompok minoritas.
c.
Pendidikan
Multikultural di Kanada
Di Kanada ada konsep dan kebijakan
multikultural yang harus memajukan bangsa dengan membandingkannya dengan negara
lain. Negara ini berusaha keras Pendidikan Multikultural 3-9 untuk tidak
terlalu menggantungkan ekonominya pada AS dan mencoba mempersatukan
multikulturalnya demi kemajuan bangsa.
Pendidikan Multikultural di Kanada
berbeda dengan negara tetangganya AS karena perbedaan sejarah dan komposisi
penduduknya. Etnis terbesar dari Perancis dan Inggris selanjutnya dari etnis
lain seperti Jerman, Cina, Italia, penduduk asli Indian, Asia Selatan, Ukraina
serta etnis lain.
Sejarah
pertumbuhan penduduk Kanada dapat diidentifikasi atas empat kelompok:
a)
Etnis
asli ada sekitar 50 jenis dengan berbagai bahasa yang hidup secara nomaden
sebagai pemburu dan petani.
b)
Abad
16 sampai 1760 masuk etnis Perancis sebagai penjajah dan pedagang karena
perdagangan bulu binatang. Percampuran etnis Perancis dengan penduduk asli
Indian melahirkan penduduk Metis.
c)
Kedatangan
Inggris setelah Treaty of Paris (1763) yang ditambah etnis Perancis yang
terlibat Perang Kemerdekaan Amerika 1776.
d) Imigran dari Eropah (terutama Belanda,
Ukraina dan Jerman) dan Asia (Jepang, India, Cina) dilatar belakangi kebutuhan
pekerja di propinsi tengah dan barat.
Sesudah PD II terjadi banjir
imigran dari Italia, Jerman, Belanda dan Polandia. Pada tahun 1960-an terjadi
perkembangan ekonomi Kanada yang membutuhkan tenaga terdidik untuk memenuhi
kebutuhan metropolitan. Toronto menjadi pusat konsentrasi imigran asing.
Berbeda dengan AS yang menerapkan
politik asimilasi, Pemerintah Liberal Kanada menerapkan politik multi
kulturalisme (1971) yang memberlakukan status yang
sama untuk bahasa Perancis dan Inggris sebagai bahasa resmi.
Pada tahun 1972 didirikanlah
Direktorat Multikultural di dalam lingkungan Departemen Luar Negeri
untuk memajukan cita-cita multikultural, integrasi social, dan hubungan
positif antarras. Upaya tersebut melahirkan Canadian Multiculturalism act
(1988) yang isinya antara lain:
a)
alokasi
dana untuk memajukan hubungan harmonis antar ras
b)
memperluas
saling pengertian kebudayaan yang berbeda
c)
memelihara
budaya dan bahasa asli
d) kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi
e)
pengembangan
kebijakan multikultural di semua kantor pemerintah federal.
Kanada merupakan negara pertama
yang memberikan pengakuan legal terhadap multikulturalisme. Sekalipun kebijakan
multikultural merupakan kebijakan federal, namun masing-masing negara bagian
melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan multikultural
dimasukkan dalam bentuk yang berbeda-beda di dalam program sekolah, penataran
guru. Kurikulum dikaji ulang untuk dilihat hal-hal yang mengandung stereotipe
dan prasangka antaretnis. Demikian pula di dalam pendidikan oleh Ontario
Heritage Language Programme yang didirikan tahun 1977 memberikan bantuan
terhadap pengajaran bahasa etnis yang bermacam-macam sesudah jam resmi sekolah.
Diberikan penataran guru untuk menyebarluaskan sumber-sumber yang bebas dari
prasangka, terutama kelompok kulit berwarna (black population). Di propinsi
Manitoba, Alberta, Saskacthewan diijinkan memberikan bahasa di luar bahasa
Inggris dan Perancis sampai 50 % dari jumlah jam di sekolah. Kebijakan ini
diterima dengan baik oleh kelompok imigran, terutama imigran Ukraina dan
Jerman.
Sejak 1993, beberapa dewan pendidikan
seperti Vancouver School Board melaksanakan penataran guru-guru untuk
Pendidikan Multikultural, mendirikan komite penasehat untuk hubungan rasial,
serta melembagakan hubungan rasial di distrik sekolah.
Secara terinci Magsino (1985)
mengidentifikasi 6 jenis model Pendidikan Multikultural:
a)
Pendidikan
“emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi dari keanekaan
budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional.
b)
Pendidikan
kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu pendidikan khusus pada
anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya adalah memberikan kesempatan
yang sama dengan mengurangi perbedaan antara sekolah dan keluarga, atau antara
kebudayaan yang dikenalnya di rumah dengan kebudayaan di sekolah. Model ini
bertujuan membantu anak untuk menguasai bahasa resmi serta norma dominan dalam
masyarakat.
c)
Pendidikan
untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan untuk memupuk
sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok yang berbeda. Model
ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat perbedaan budaya sebagai
hal yang berharga dalam masyarakat. Di dalam kaitan ini Pendidikan Multikultural
diarahkan kepada memperkuat keadilan sosial dengan menentang berbagai jenis
diskriminasi dan etnosentrisme.
d) Pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan
model ini adalah mempertegas adanya kesamaan dari kelompok yang bermacam-macam.
Mengakui adanya partikularisme dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan.
e)
Pendidikan
“accomodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara nilai-nilai
kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan.
f)
Pendidikan
Multikultural yang bertujuan untuk adaptasi serta pendidikan untuk memelihara
kompetensi bikultural. Model ini mengatasi pendekatan kelompok spesifik,
identifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara
cross-cultural dengan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa atau kebudayaan
yang lain. (Tilaar, 2004).
Pengalaman
di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural content) di dalam kurikulum
sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang utama adalah bagaimana mencapai
kemajuan akademis. Pendidikan Multikultural di Kanada tergantung di mana
pendidikan multietnis itu berada di dalam kerangka struktur ekonomi, politik,
dan sosial masyarakatnya.
d.
Pendidikan
Multikultural Di Australia
Australia tidak dapat menahan
masuknya orang Asia sehingga dia tidak dapat menutup ekonominya bagi bangsa-bangsa
Asia dan Pasifik, karena karena imigran dari kedua benua itu masuk dengan
jumlah dan waktu yang sangat cepat. Akibatnya, Australia mengubah kebijakannya
dari White Australia Policy ke multicultural policy. Dampak dari
perubahan kebijakan itu membuat orang Aborigin meningkatkan kepercayaan
dirinya. Aborigin, penduduk asli Australia berasal dari benua Asia. Menyusul
imigran dari Eropah yang sebagian merupakan orang hukuman dibawa oleh kapten
Arthur Philip. Pada mulanya imigran pertama yang memasuki Australia berasal
dari para narapidana serta pembangkang politik Irlandia, kemudian berdatangan
orang Jerman yang terusir dari negerinya karena masalah agama. Menyusul orang
India dan Cina sebagai pekerja kasar. Ketika diketemukan emas di New South Wales
dan Victoria mulai berdatangan para pekerja dari berbagai bangsa.
Paham multikulturalisme di
Australia berkaitan erat dengan perkembangan politik, terutama Partai Buruh.
Pelaksanaan Pendidikan Multikultural dapat dibedakan tiga fase perkembangan
yaitu dari politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan untuk
kaum migran bersifat pasif. Artinya anak kaum imigran menyesuaikan diri dengan
sistem pendidikan yang ada. Karena ada kesulitan dalam penggunaan bahasa
Inggris bagi anak imigran diberikanlah bantuan laboratorium bahasa. Hingga
tahun 1970-an kurikulum masih terpusat hingga menyulitkan di dalam menyesuaikan
dengan kebutuhan multietnis Australia. Kedua, dari pendidikan imigran ke
Pendidikan Multikultural (1972-1986) semua propinsi di Australia telah
mengadopsi kebijakan Pendidikan Multikultural. Kebijakan tersebut adalah
sebagai berikut: “ Di dalam masyarakat multi budaya, masing-masing orang memiliki
hak atas integritas budaya; memiliki citra diri yang positif (a positif self image), dan untuk
pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan. Masing-masing orang tidak hanya
harus menyatakan perasaan yang psitif terhadap warisan budayanya sendiri tetapi
juga harus mengalami seperti perasaan terhadap warisan budaya orang lain.”
Tujuan Pendidikan Multikultural
adalah:
a)
Pengertian
dan menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah masyarakat multibudaya di
dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah kolonisasi bangsa Eropah.
b)
Menemukan
kesadaran dan kontribusi dari berbagai latar kebudayaan untuk membangun
Australia.
c)
Pengertian
antar budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah laku, kepercayaan, nilai-nilai
yang berkaitan dengan multikulturalisme.
d) Tingkah laku yang memperkuat keselarasan
antaretnis.
e)
Memperluas
kesadaran akan penerimaannya sebagai seseorang yang mempunyai identitas
nasional Australia tetapi juga akan identitas yang spesifik di dalam masyarakat
multi budaya Australia.
Program
Pendidikan Multikultural antara lain berbentuk bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua, pendidikan “community language” yaitu bahasa yang digunakan di dalam
suatu masyarakat tertentu. Ketiga, imperatif ekonomi dalam Pendidikan Multikultural
(1986-1993). Yaitu adanya bantuan dana dan masuknya Asian Studies Program yang
berisi bahasa Asia dan kebudayaannya. Bahkan informasi terakhir pelajaran
Bahasa Indonesia sudah dimasukkan di dalam kurikulum sekolah dasar. Dewasa ini
hampir semua sekolah di Australia telah melaksanakan Pendidikan Multikultural.
Pendidikan Multikultural Australia
mempunyai wajah yang spesifik. Kebijakan imigrasi dan masalah etnis dipecahkan
secara konsensus dari seluruh masyarakat. Ada pakar yang berpendapat bahwa
Australia merupakan masyarakat yang polietnik bukan multi kultur dalam arti
Australia lebih bercorak Anglo Saxon yang menerima kebhinekaan selama tidak
mengganggu atau mengubah gaya hidup masyarakat Anglo Saxon tersebut.
e.
Pendidikan
Multikultural di Beberapa Negara di Asia
Cina menerapkan kebijakan khusus
untuk melindungi kaum minoritas. Cina menempuh kebijakan itu karena tidak bisa mengelak
dari praktek multikultural di
negeri itu. Lalu bagaimana
dengan Malaysia? Malaysia merupakan tipikal bangsa dengan multietnik di Asia. Malaysia telah
mengadopsi kebijakan asimilasi melalui kebijakan “Bumiputera policy”. Jadi ada pembagian fasilitas kepada
kaum bumi putera. Tetapi sejak
perkembangan ekonomi internasional berubah makin cepat, lahir kecenderungan baru ke arah pluralisme
budaya (cultural pluralization).
Jepang telah berubah dari
masyarakat multietnik menjadi multikultural.
Awalnya Jepang terdiri dari ras penduduk yang homogen tetapi kemudian berubah karena banyak
pekerja masuk dari luar.
B.
Karakteristik Pendidikan Multikultural di Indonesia
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat
kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan
istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai
sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka
mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat
tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas
dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya
masyarakat multikultural itu.
Pada
dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut
kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut
dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat
tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu
saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan
beraneka ragam.
Multikultural
dapat terjadi di Indonesia karena:
a)
Letak
geografis indonesia
b)
Perkawinan
campur
c)
Iklim
Multikultural
di Indonesia bersifat normatif. Multikulural
normatif adalah petunjuk tentang berbagai kepentingan yang membimbing pada
pengakuan yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang
berbeda di dalam masyarakat. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali
diamanatkan dalam UUD 1945. Ketentuan di dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan
bangsa Indonesia mencakupi berbagai kelompok etnis. Mereka telah berbagi
komitmen dalam membangun bangsa Indonesia.
Di dalam
pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk pendidikan
nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan perspektif
multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan keberadaan
aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia. Multikultural
hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional.
Ada tiga
tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia,
yaitu:
a.
Agama, suku
bangsa dan tradisi
Agama secara
aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai
suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan
masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau
fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama
terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.
Masing-masing
individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan
di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada
pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural
untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.
b.
Kepercayaan
Unsur yang
penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang
plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko
dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga
timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.
c.
Toleransi
Toleransi
merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi
dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan
adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu
mempertahankan keyakinannya.
PENUTUP
A. Simpulan
Setiap
negara mempunyai karakteristik pendidikan multikultural yang berbeda dengan
negara lain. Semua tergantung dengan kekayaan
budaya dan sudut pandang tentang multikultural oleh setiap negara.
Pendidikan
Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang
bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk
mengubah Pendidikan Multikultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan
materi multikultural) menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial.
Pendidikan Multikultural di Inggris, berkembang sejalan dengan
banyaknya kaum imigran yang memasuki Inggris, namun masih terdapat perlakuan
yang diskriminatif sehingga memunculkan berbagai gerakan yang berlatar belakang
budaya.
Pendidikan Multikultural di Kanada
berbeda dengan negara tetangganya AS karena perbedaan sejarah dan komposisi
penduduknya. Pengalaman di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural
content) di dalam kurikulum sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang
utama adalah bagaimana mencapai kemajuan akademis.
Pelaksanaan Pendidikan Multikultural di
Australia dapat dibedakan tiga fase perkembangan yaitu dari politik pasif ke
arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan untuk kaum migran bersifat pasif. Kedua,
dari pendidikan imigran ke Pendidikan Multikultural (1972-1986) semua propinsi
di Australia telah mengadopsi kebijakan Pendidikan Multikultural. Ketiga,
imperatif ekonomi dalam Pendidikan Multikultural (1986-1993). Yaitu adanya
bantuan dana dan masuknya Asian Studies Program yang berisi bahasa Asia dan kebudayaannya.
Cina menerapkan kebijakan khusus untuk
melindungi kaum minoritas. Cina menempuh kebijakan itu karena tidak bisa
mengelak dari praktek
multikultural di negeri itu. Sedangkan
Malaysia merupakan tipikal bangsa dengan
multietnik di Asia. Malaysia telah mengadopsi kebijakan asimilasi
melalui kebijakan “Bumiputera
policy”. Dan Jepang telah berubah dari masyarakat multietnik menjadi multikultural.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan
tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Pada dasarnya, multikulturalisme
yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun
geografis yang begitu beragam dan luas. Multikultural di Indonesia bersifat
normatif. Ada pun tiga
tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia yaitu,
1) agama, suku bangsa dan tradisi, 2) kepercayaan dan 3) toleransi.
B. Saran
Dari makalah ini, penulis berharap agar
para pembaca senantiasa menjaga keanekaragaman kebudayaan yang ada di
negaranya. Dan pendidikan multikultural
sangat penting untuk masyarakat.
Daftar Pustaka
Sutarno.
2000. Pendidikan Multikultural.
Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
http://phierda.wordpress.com/2013/01/29/perbandingan-pendidikan-multikultural-di-berbagai-negara/
(diunduh 25/9/2013 pukul 19:22
WIB)
0 komentar:
Posting Komentar