Newest Post

Makalah tentang Analisis Kesalahan dan Kesantunan Isi

| Sabtu, 31 Mei 2014
Baca selengkapnya »
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Bahasa  merupakan  sebuah  sarana  yang  digunakan  manusia  untuk berkomunikasi.  Sesuai  dengan  fungsinya,  bahasa  memiliki  peran  sebagai penyampai  pesan  antara  manusia  satu  dengan  lainnya.  Menurut  Kridalaksana (1993: 21), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh  para  anggota  suatu  masyarakat  untuk  bekerja  sama,  berinteraksi  dan mengidentifikasikan  diri.  Dalam  kehidupan  sehari-hari,  manusia  pasti menggunakan  bahasa  untuk  berinteraksi  satu  sama  lain.  Chaer  dan  Agustina (2004:  14)  menyatakan  bahwa  secara  tradisional  dapat  dikatakan  bahwa  fungsi bahasa  adalah  alat  untuk  berinteraksi  atau  sebagai  alat  komunikasi,  dalam  arti bahasa  digunakan  untuk  menyampaikan  informasi,  perasaan,  gagasan,  ataupun konsep.

Makalah tentang Analisis Kesalahan dan Kesantunan Isi

Posted by : Puji Rokhayanti
Date :Sabtu, 31 Mei 2014
With 1 komentar:
Tag :

Makalah tentang Analisis Kesalahan Teknik Penulisan Karya Ilmiah dan Revisi

|
Baca selengkapnya »
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang urgen dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia dapat memaknai berbagai keragaman dalam aktivitas keseharianya. Bahasa juga berperan sebagai simbol persatuan bangsa.
Tujuan manusia berkomunikasi lewat bahasa adalah agar saling memahami antara pembicara dan pendengar, atau antara penulis dan pembaca. Dalam berkomunikasi, kata disatu-padukan dalam satu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa.
Dalam hal ini, kita sebagai seorang mahasiswa, kaidah penulisan berdasarkan kriteria keilmiahan menjadi hal yang lazim ditemui. Oleh karena itu, guna meningkatkan pemahaman mengenai analisis kesalahan dalam suatu penulisan karya tulis ilmiah sebagai bagian dari ruang lingkup keilmiahan.
Dengan ini penulis berupaya menganalisis sebuah karya ilmiah (makalah) yang berjudul “Kenakalan Remaja: Penyebab dan Antisipasinya.” Semoga dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam memahami teknik penulisan karya ilmiah yang baik.

Makalah tentang Kewajiban Penulis

|
Baca selengkapnya »

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Karya tulis ilmiah adalah sebuah karangan yang disusun sistematis dan bersifat ilmiah. Ada beberapa jenis dari karya ilmiah, antara lain skripsi, tesis, disertasi, dan masih banyak lagi. Kegiatan penelitian, pengembangan dan evaluasi disebut sebagai kegiatan ilmiah apabila yang dipermasalahkan berada di kawasan ilmu dan menggunakan metode berpikir ilmiah dalam pengkajiannya.
Membuat karya tulis ilmiah adalah menulis usulan-usulan yang benar dan berupa pernyataan-pernyataan tentang fakta, atau kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta (biasanya hasil observasi, hasil penelitian, atau hasil telaahan seksama) dan merupakan pengetahuan. Karya tulis ilmiah yang dimaksud adalah pemakluman sesuatu hal yang disertai keterangan dan penjelasan secukupnya, sehingga memperlihatkan kebenaran fakta yang mendasari pernyataan tersebut.
Dalam penulisan sebuah karya ilmiah ada beberapa tata cara yang harus dilakukan oleh seorang penulis dan ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh seoarang penulis saat ia menulis sebuah karya ilmiah.

Makalah tentang Kewajiban Penulis

Posted by : Puji Rokhayanti
Date :
With 0komentar

Makalah tentang Santun Berbahasa

|
Baca selengkapnya »
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Menurut Kridalaksana(1993: 21), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti menggunakan bahasa untuk berinteraksi satu sama lain. Chaer dan Agustina (2004: 14) menyatakan bahwa secara tradisional dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau sebagai alat komunikasi, dalam arti bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, perasaan, gagasan, ataupun konsep.
Dalam berinteraksi, diperlukan aturan-aturan yang mengatur penutur dan
lawan tutur agar nantinya dapat terjalin komunikasi yang baik diantara keduanya. Aturan-aturan tersebut terlihat pada prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech (1993: 206).
Dalam berbahasa, manusia perlu memperhatikan adanya kesantunan berbahasa ketika berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal itu bertujuan agar manusia bisa menggunakan bahasa yang santun dan tidak melakukan kesalahan dalam berbahasa.
Sebuah tuturan dikatakan santun atau tidak, sangat tergantung pada ukuran kesantunan masyarakat penutur bahasa yang dipakai. Tuturan dalam bahasa Indonesia secara umum sudah dianggap santun jika penutur menggunakan kata-kata yang santun, tuturannya tidak mengandung ejekan secara langsung, tidak memerintah secara langsung, serta menghormati orang lain. Oleh karena itu, kesantunan berbahasa ini perlu dikaji guna mengetahui seberapa banyak kesalahan atau penyimpangan kesantunan berbahasa pada manusia ketika berkomunikasi satu sama lain.
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kesantunan berbahasa merupakan
aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan sikap seseorang. Dari penggunaan bahasa seseorang dalam bertutur kepada orang lain, dapat diketahui karakter dan kepribadian yang dimiliki seseorang tersebut.


  1. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan santun berbahasa?
2.      Mengapa berbahasa santun?
3.      Bagaimana cara berbahasa santun?
4.      Apa saja maksim-maksim kesantunan itu?
5.      Apakah prinsip kesantunan? 
6.      Apa saja kesantunan linguistik tuturan imperatif?
7.      Hal-hal apa yang menjadi kesantunan kalimat?
8.      Apa faktor penentu kesantunan?
9.      Apa saja indikator kesantunan berbahasa Indonesia?
10.  Apa nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa?
11.  Apa pengertian diksi atau pilihan kata?
12.  Apa pengertian gaya bahasa? 

  1. Tujuan
1.      Mengetahui pengertian santun berbahasa.
2.      Mengetahui alasan berbahasa santun.
3.      Mengetahui cara berbahasa santun.
4.      Mengidentifikasi maksim-maksim kesantunan.
5.      Mengetahui prinsip kesantunan.
6.      Mengetahui kesantunan linguistik tuturan imperatif.
7.      Mengetahui kesantunan kalimat.
8.      Mengetahui penentu kesantunan.
9.      Mengetahui indikator kesantunan berbahasa.
10.  Mengetahui nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa.
11.  Mengetahui diksi atau pilihan kata.
12.  Mengetahui gaya bahasa.







BAB II
PEMBAHASAN

A.      Santun Berbahasa 
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Seseorang sedang berkomunikasi dalam situasi tidak resmi, mereka menggunakan kaidah bahasa tidak resmi. Ketika seseorang sedang menulis karya ilmiah untuk makalah, skripsi, tesis, atau disertasi mereka menggunakan kaidah bahasa baku. Jika penulis sedang memerankan tokoh pejabat, maka bahasa yang digunakan adalah kaidah bahasa resmi. Masih ada satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunan. Ketika seseorang sedang berkomunikasi, hendaknya disampaikan baik dan benar juga santun. Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak bahasa. Agar pemakaian bahasa terasa semakin santu, penutur dapat berbahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu yang dapat dirasa sebagai bahasa santun, seperti:
1.    Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung.
2.    Pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan dengan pemakaian bahasa dengan kata-kata lugas.
3.    Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan biasa.
4.    Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud biasanya tuturan lebih santun
5.    Tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit.

B.       Alasan Berbahasa secara Santun 
Bahasa merupakan alat komunikasi, berkomunikasi merupakan interaksi antara penutur dengan mitra tutur. Ada tiga hal penting ketika penutur berinteraksi dengan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antar penutur dengan mitra tutur.
Berbahasa dan berprilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan sekedar kewajiban. Seseorang berbahasa dan berprilaku santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat berbahasa secara santun.

C.      Cara Berbahasa Santun
Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu pada pada mitra tutur. Setiap kata, di samping memiliki makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan) tertentu.
Kesanggupan menggunakan gaya bahasa seorang penutur dapat terlihat tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi. Ada beberapa gaya bahasa yang dapat digunakan untuk melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur yaitu:
1.    Majas Hiperbola yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara berlebihan.
2.    Majas Perumpamaan yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama. 
3.    Majas Metafora yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan maupun menambah daya bahasa tuturan.
4.    Majas Eufemisme yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding yang lebih halus.

D.      Maksim-Maksim Kesantunan
Tarigan (1990) dan Rahardi (2003) telah menerjemahkan maksim-maksim di dalam prinsip kesantunan berbahasa yang disampaikan oleh Leech (1983) di atas secara berturut-turut sebagai berikut:
1.    Maksim Kebijaksanaan, kurangi kerugian orang lain dan tambahi keuntungan orang lain
2.    Maksim Kedermawanan, kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri
3.    Maksim Penghargaan, kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri
4.    Maksim Kesederhanaan, kurangi pujian pada diri sendiri dan tambahi cacian pada diri sendiri
5.    Maksim Permufakatan, kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan tingkatkan kesesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
6.    Maksim Simpati, kurangi antipati antara dri sendiri dengan orang lain
Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain
 
(Tarigan, 1990: 82-83)

E.       Prinsip Kesantunan 
Menurut Rahardi (2006: 66) sedikitnya ada tiga macam skala pengukuran peringkat kesantunan yang sampai dengan saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan. Dalam prinsip kesantunan tiga skala pengukuran tersebut adalah
1.    Skala kesantunan menurut Leech
2.    Skala kesantunan menurut Brown and Levinson
3.    Skala kesantunan menurut Robin Lakoff

F.       Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif
Menurut Rahardi (2006: 118) kesantunan linguistik tuturan Imperatif dalam bahasa Indonesia mencakup empat hal yaitu:
1.    Panjang-pendek tuturan
2.    Urutan tuturan
3.    Intonasi tuturan dan isyarat-isyarat kinesik
4.    Pemakaian ungkapan penanda kesantunan

G.      Kesantunan Kalimat
Ninik dalam bukunya yang berjudul Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir (2007:142) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang membuat sebuah kalimat menjadi santun. Diantaranya adalah:
1.    Kehematan
Gagasan yang tercantum dalam kalimat sering kali tidak tersampaikan karena penggunaan kata yang boros. Sehingga semakin hemat kita memakai kata akan semakin santun.
2.    Kecermatan
Prinsip berarti cermat dan tepat menggunakan diksi. Agar tercapai kecermatan dan ketepatan diksi. Yang perlu dihindari adalah penanggalan awalan, peluluhan bunyi /c/, bunyi /s/, /p/, /t/, dan /k/ yang idak luluh, dan hindari pemakaian kata ambiggu.
3.    Kesejajaran
Agar kalimat terlihat rapi dan bermakna sama, kesejajaran dalam kalimat diperlukan. Kesejajaran adalah penggunaan bentuk-bentuk yang sama pada kata-kata yang berpararael.
4.    Keharmonisan
Keharmonisan adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang menggungkapkan pikiran secara utuh, memiliki unsur gramatikal terdapat subjek dan predikat, serta memiliki kesenyapan. Keharmonisan kalimat artinya setiap kalimat yang kita buat harus harmonis antara pola berfikir dan struktur bahasa. 
5.    Kelogisan
Kelogisan berhubungan dengan bernalar atau tidaknya sebuah kalimat. Kelogisan bisa terjadi karena isi kalimat atau struktur kalimat yang dibangun.

H.      Penentu Kesantunan
1.    Faktor Penentu Kesantunan
Faktor kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor kesantunan dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai berikut. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi, aspek nada bicara, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat.
Dalam bahasa lisan, kesantunan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tanggan, kepalan tangan, tangan kerkacak pinggang, dan sebagainya. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Faktor penentu kesantunan dari aspek nonkebahasaab berupa pranata sosial budaya masyarakat, pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dan mitra tutur dan sebagainya. 


2.    Faktor yang dapat Menggagalkan Komunikasi
Banyak faktor yang menyebabkan komunikasi dapat gagal, antara lain: (a) mitra tutur tidak memiliki informasi lama sebagai dasar memahami informasi baru yang disampaikan penutur, (b) mitra tutur tidak tertarik dengan isi informasi yang disampaikan penutur, (c) mitra tutur tidak berkenan dengan cara menyampaikan informasi si penututur, (d) apa yang diinginkan memang tidak ada atau tidak dimiliki oleh mitra tutur, (e) mitra tutur tidak memahami yang dimaksud oleh penutur, dan (f) jika menjawab pertanyaan, mitra tutur justru melanggar kode etik.
3.    Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantunan
Faktor yang menentukan santun tidaknya pemakaian bahasa ditentukan oleh dua hal, yaitu faktor kebahasaan, dan faktor non-kebahasaa. Faktor kebahasaan yang dimaksud adalah segala unsur yang berkaitan dengan masalah bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa nonverbal. Faktor kebahasaan verbal yang dapat menentukan kesantunan dapat dideskripsikan sebagai berikut. (1) pemakaian diksi, (2) Pemakaian gaya bahasa (majas metafora, majas personifikasi, majas peribahasa, majas perumpamaan).
4.    Faktor Nonkebahasaab sebagai Penentu Kesantunan
Ketikka orang berkomunikasi, penutur tidak hanya melibatkan faktor bahasa. Faktor-faktor nonkebahasaan juga ikut menentukan kesantunan. (1) topik pembicaraan, (2) konteks situasi komunikasi.

I.         Indikator Kesantunan Berbahasa Indonesia
Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa Indonesia si penutur itu santun ataukah tidak. Penanda-penanda tersebut dapat berupa unsur kebahasaan maupun unsur nonkebahasaan. 
1.    Indikator Kesantunan Menurut Dell Hymes (1978), (1) mengacu pada tempat dan waktu terjadinya komunikasi, (2) mengacu pada orang yang terlibat komunikasi, (3) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai pada komunikasi, (4) mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin disampaikan, (5) mengacu pada pelaksanaan percakapan, (6) mengacu pada norma prilaku partisipan dalam berkomunikasi, dan (7) mengacu pada ragam santai dan sebagainya.
2.    IndikatorKesantunan Menurut Grace (2000), menyatakan bahwa santun tidaknya pemakaian bahasa dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut. (1) ketika berbicara harus mampu menjaga martabat mitra tutur agar tidak merasa dipermalukan, (2) ketika berkomunikasi tidak boleh mengaakan hal-hal yang kurang baik mengenai mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur, (3) tidak boleh mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur, (4) tidak boleh menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa jatuh harga dirinya, dan (5) tidak boleh memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri sendiri.
3.    Indikator Kesantunan Menurut Leech (1983), memandang prinsip kesantunan sebagai ”piranti” untuk menjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung dalam mengungkapkan maksudnya (implikatur). Meski tidak mengunakna implikatur, tuturan dapat dikatakan santun, jika ditandai dengan hal-hal sebagai berikut. (1) tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur (maksim kebijaksanaan), (2) tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada penutur (maksim kedermawanan), (3) tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur (maksim pujian), (4) tturan tidak memuji diri sendiri (maksim kerendah hatian), (5) tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur (maksim kesetujuan), (6) tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami oleh mitra tutur (maksim simpati), dan (7) tuturan dapat mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang pada mitra tutur (maksim pertimbangan)
4.    Indikator Kesantunan Menurut Pranowo (2005), bahwa agar komunikasi dapat terasa santun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut. (1) perhatikan suasana perasaan mitra tutur (angon rasa), (2) pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur (angon rasa), (3) jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur (empan papan), (4) jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur dihadapan mitra tutur (sifat rendah hati), (5) jagalah agar tuturan memperlihatkan mitra tutur diposisii lebih tinggi 9sikap hormat), dan (6) jagalah agar tuturan selalu memperhatikan apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur (sikap tepa selira)
5.    Implementasi Indikator Kesantunan dalam Pemakaian Bahasa secara teoritis, semua orang harus berbahasa secara santun. Setiap orang wajib menjaga etika dalam berkomunikasi agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan saat menggunakan bahasa juga harus memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa baik kaidah linguistik maupun kaidah kesantunan agar tujuan berkomunikasi dapat tercapai.
6.    Cara Menyampaikan Maksud, bebrapa cara menyampaikan maksud agar tuturan dapat dikatakan santun dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) rasa nrima (menerima keadaan seperti adanya), (2) sikap ngalah demi rasa solidaritas, (3) sikap ngalah demi rasa hormat, (4) sikap tenggang rasa, (5) sikap empan papan (menyesuaikan diri dengan waktu dan tempat).

J.        Nilai-nilai Pendukung Kesantunan Berbahasa
Dalam berkomunikasi dengan santun, ada beberapa nilai-nilai etnis yang dapat diterima oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat etnis lain dan dapat diserap untuk menumbuh kembangkan kesantunan berbahasa. Yaitu, (a) sikap rendah hati, (b) sikap empan papan, (c) sikap menjaga perasaan, (d) sikap mau berkorban, (e) sikap mawas diri. Dengan nilai-nilai ini diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.

K.      Diksi atau Pilihan Kata
Pengertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari pada apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa (1984:22-23), ada tiga kesimpulan utama mengenai diksi atau pilihan kata. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.

L.       Gaya Bahasa 
1.    Pengertian Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin slilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Walaupun kata sytle berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu: Aliran Platonik: menganggap syle sebagai kualitas suatu ungkapan ; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style dan Aliran Aristoteles: menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam tiap uangkapan.
Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)
2.    Sendi Gaya Bahasa 
Syarat-syarat manakala yang diperlukan untuk membedakan suatu gaya bahasa yang baik dari gaya bahasa yang buruk. Dalam sebuah gaya bahasa mengandung tiga unsur yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik.

























BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Jenis-jenis majas: Majas Hiperbola, Majas Perumpamaan, Majas Metafora, dan Majas Eufemisme.
Maksim-maksim kesantunan menurut Tarigan, antara lain: maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, dan maksim simpati.
Tiga skala pengukuran adalah:
1.      Skala kesantunan menurut Leech
2.      Skala kesantunan menurut Brown and Levinson
3.      Skala kesantunan menurut Robin Lakoff
Beberapa hal yang membuat sebuah kalimat menjadi santun. Diantaranya adalah: kehematan, kecermatan, kesejajaran, keharmonisan, dan kelogisan.
Penentu Kesantunan:
1.      Faktor Penentu Kesantunan
2.      Faktor yang dapat Menggagalkan Komunikasi
3.      Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantuna
4.      Faktor Nonkebahasaab sebagai Penentu Kesantunan
Nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa antara lain: (a) sikap rendah hati, (b) sikap empan papan, (c) sikap menjaga perasaan, (d) sikap mau berkorban, (e) sikap mawas diri. Dengan nilai-nilai ini diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.
Pengertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari pada apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu.

B.     Saran
Kesantunan dalam berbahasa itu penting bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut dilakukan untuk saling menghormati. Selain itu, bahasa yang baik dari seseorang menggambarkan karakter orang tersebut. Melalui bahasa yang santun orang akan lebih dihormati oleh lawan bicara. Tutur kata dan penggunaan bahasa yang santun sangat diperlukan bagi siapa saja, khususnya bagi siswa SD yang merupakan pembentukan karakter serta bahasa awal bagi anak. Selanjutnya, calon guru dan guru harus memahami dan mengerti betul tentang santun berbahasa sebagai bekal untuk mengajarkannya pada siswa SD.




























DAFTAR PUSTAKA

I.G.A.K. Wardani, dkk. 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Universitas Terbuka. 
Selly. 2011. Berbahasa Santun. http://shellyicecreamvanilla.blogspot.com/2011/10/berbahasa-santun.html Diakses pada tanggal 07 Maret 2014 pukul 20.47

Makalah tentang Santun Berbahasa

Posted by : Puji Rokhayanti
Date :
With 0komentar
Next Prev
▲Top▲