BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Wawasan
budaya seseorang akan menentukan jenis pengetahuan yang diinginkan, bagaimana
dia mendapatkan pengetahuan dan bagaimana seseorang itu memaknai segala bentuk
pengetahuan yang dia peroleh. Menurut Oliver dan Howley (1992) hal itu terjadi
karena kebudayaan menentukan bagaimana orang memperoleh informasi, di
samping bagaimana mereka mengkonstruksi maknanya. Berbagai bencana yang
sering terjadi di tanah air, misalnya Tsunami,gempa, dan angin puting beliung
akan dimaknai secara berbeda oleh berbagai kalangan. Bagi kalangan kelompok
religius, bencana itu banyak terjadi karena penduduk Indonesia terlalu banyak
berbuat maksiat dan penyelesaikan untuk menghadapi bencana itu adalah melalui
do’a bersama atau menghilangkan segala bentuk kemaksiatan yang terjadi di tanah
air. Bagi kelompok tradisional di pesisir selatan, hal itu terjadi karena
masyarakat telah lalai dalam melakukan ritual di pantai selatan. Sedangkan kaum
ilmuwan menganggap bahwa bencana yang terjadi itu adalah gejala alamiah semata.
Pada makalah ini kita akan mengkaji berbagai wawasan kultural yang bersifat
multi dimensional yaitu wawasan budaya lokal, nasional dan universal.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah proses tranmisi program budaya?
2. Seperti apakah wawasan budaya bangsa Indonesia?
3. Bagaimana identifikasi budaya local?
4. Bagaimana identifikasi budaya nasional?
5. Bagaimana identifikasi budaya global?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui proses tranmisi program budaya
2.Memahami wawasan budaya bangsa Indonesia?
3. Mengetahui bagaimana identifikasi budaya local
4. Mengetahui bagaimana identifikasi budaya nasional
5. Mengetahui bagaimana identifikasi budaya global
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Proses
Transmisi Program Budaya
Budaya
atau kebudayaan merupakan sesuatu hal yang kompleks dan abstrak. Kebudayaan
dalam suatu kelompok daerah, wilayah atau bangsa berkaitan dengan tiga aspek
utama, yaitu ide atau gagasan, aktivitas atau perilaku, dan hasil karya. aspek
berasal dari kognitif manusia. Aspek tersebut bersatu ditujukan untuk membantu
manusia dalam kelangsungan kehidupannya maupun kehidupan masyarakat. Berbicara
mengenai kebudayaan tidak lepas dari cara mempertahankan, menjaga dan yang
paling penting adalah melestarikannya agar tetap eksis diantara budaya yang
lain. Menurut Koentjaraningrat dan M.Jacobs (dalam Ajeeng:2012) kebudayaan
merupakan warisan sosial yang harus diwariskan kembali kepada generasi
selanjutnya dengan proses belajar. Dalam hal melestarikan dan mewariskan budaya
ini kita mengenal istilah transmisi budaya.
Transmisi
budaya merupakan kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang
satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan
sulit diubah. Transmisi budaya dinilai sebagai suatu usaha untuk
menyampaikan sejumlah pengetahuan atau pengalaman untuk dijadikan sebagai
pegangan dalam meneruskan estafet kebudayaan. Dalam hal ini tidak ada suatu
masyarakat yang tidak melakukan usaha pewarisan budaya. Usaha pewarisan ini
bukan sekedar menyampaikan atau memberikan suatu yang material, melainkan yang
terpenting adalah menyampaikan nilai-nilai yang dianggap terbaik yang telah
menjadi pedoman yang baku dalam masyarakat.
Transmisi
kebudayaan merupakan salah satu fungsi komunikasi yang paling luas. Dikatakan
demikian karena, dalam proses pewarisan budaya kita menggunakan bahasa dan
cara-cara interaktif sebagai usaha untuk mentransfer budaya dari satu generasi
ke generasi lain. Dalam proses pewarisan budaya secara tidak langsung terjadi
interaksi sosial antar individu yang mungkin saja membahas tentang ide-ide atau
gagasan suatu budaya atau dapat saja memperkuat kesepakatan norma-norma.
Transmisi
budaya memiliki fokus dan konsentrisitas pada tiga misi, yaitu:
1.
menanamkan (juga menggagas, mengkreasi, apabila publik belum
memiliki bibit dan potensi keunggulan kebudayaan)
2.
mengembangkan (dengan inovasi dan adaptasi, apabila
masyarakat telah memiliki benih-benih keunggulan dalam kebudayaan yang kemudian
diperluas dan ditingkatkan)
3.
memantapkan (juga melestarikan dan konservasi, apabila
masyarakat telah mengembangkan tradisi keunggulan secara padu dan bersama).
Proses-proses transmisi kebudayaan dilakukan dengan cara
1.
Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar.
Pertama-tama tentunya imitasi didalam lingkungan keluarga dan semakin lama
semakin meluas terhadap masyarakat lokal. Transmisi unsur-unsur tidak dapat
berjalan dengan sendirinya.
2.
Identifikasi, yaitu proses pengenalan atau penentuan
identitas. Seperti telah dikemukakan, manusia adalah aktor dan manipulator
dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi.
Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat
kemampuan manusia itu sendiri memilih mana yang sesuai dan tidak sesuai.
3.
Sosialisasi, Selanjutnya nilai-nilai atau unsur-unsur budaya
tersebut haruslah disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan
yang nyata didalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai
yang dimiliki seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya.
Artinya kelakuan-kelakuan yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang
seimbang dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungannya. Ketiga proses
transmisi tersebut berkaitan dengan bagaimana cara mentransmisikannya.
B.
Wawasan Multikultural Bangsa
Indonesia
Indonesia
dapat dikatakan sebagai Negara multikultur mengingat Negara ini memiliki dari lebih dari 13.000 pulau, yg terbentang lebih dari
5.000 kilo meter, melintasi 3 zona waktu (yaitu WIB,WITA,dan WIT), serta
memiliki lebih dari 200 kelompok etnis yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Kesatuan
bangsa Indonesia tidak bersifat alami melainkan historis, artinya Bangsa
Indonesia bersatu bukan karena dibersatukan oleh bahasa ibu atau oleh kesatuan
suku, budaya ataupun agama yang sama. Yang mempersatukan masyarakat di
Indonesia adalah sejarah yang dialami bersama, sebuah sejarah penderitaan,
penindasan, perjuangan kemerdekaan dan tekad pembangunan kehidupan bersama.
Dari “nasib” bersama itu tumbuh hasrat untuk tetap bersama. Persatuan Indonesia
tidak bersifat etnik melainkan etis(perilaku yang disepakati secara umum)
Negara
kebangsaan memiliki unsur-unsur penting sebagai pengikat, yaitu unsur
psikologi. sekelompok manusia yg memiliki kesadaran bersama untuk membentuk
satu kesatuan masyarakat/adanya kehendak utk hidup bersama, dan persamaan
Kebudayaan sehingga seorang individu merasa menjadi bagian dari suatu
kebudayaan, territorial, sejarah dan masa depan
dan politik (memiliki hak untuk untuk menjalankan pemerintahan sendiri)
yang sama
Indonesia
sejatinya adalah bangsa dan negara besar: negara kepulauan terbesar di dunia,
jumlah umat muslim terbesar di dunia, bangsa multi etnik dan bahasa namun
bersatu, memiliki warisan sejarah yang menakjubkan dan kreatifitas anak negeri
seperti batik, aneka makanan dan kerajinan yang eksotik, kekayaan serta
keindahan alam yang luar biasa.
Indonesia
memiliki modal atau kekuatan yang memadai untuk menjadi bangsa besar dan negara
yang kuat. Modal itu antara lain: luas wilayah, jumlah penduduk, kekayaan alam,
kekayaan budaya, kesatuan bahasa, ketaatan pada ajaran agama, dan sistem
pemerintahan republik yang demokratis.
Kekayaan
bangsa ini merupakan anugrah dari Tuhan yang harus disyukuri, dan masyarakat
Indonesia harus bersatu di bawah semboyan Bhineka Tunggal Ika jangan sampai
terpecah belah karena perbedaan yang begitu indah ini.
C.
Identifikasi
Budaya Lokal
Identifikasi
budaya lokal merupakan identifikasi budaya yang bersifat langsung, dekat
dan secara fisik ada di sekelilingnya. Budaya ini biasanya dikenalkan oleh
keluarga dan kerabat dekat. Biasanya berwujud perilaku pembudayaan. contoh dari pembudayaan ini yaitu, perilaku
gender yang terkait dengan perilaku maskulin dan feminin yang ternyata bukan
didasarkan oleh factor biologis
melainkan pembudayaan. ada suku yang membebankan perilaku maskulin
seperti berburu kepada perempuan sedangkan memasak dibebankan pada laki-laki.
Sebaliknya pada suku yang lain dilakukan sebaliknya. Laki laki berburu,
perempuan memasak. Sementara di suku yang ketiga pekerjaan itu dilakukan
secara bergantian baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan. Hal ini
menunjukkan bahwa perilaku sebenarnya ditentukan oleh pembiasaan dan pembudayaan yang ada dan
berlaku pada lokal tertentu. Disadari atau tidak, dia dibesarkan
dan menggunakan budaya lokal yang ada di sekitar dirinya.
Tiap daerah di
Indonesia memiliki kekhususan yang dapat menjadi identitas daerah itu.
Kekhasan itu bisa jadi karena ras, sejarah, lokasi, agama dan kepercayaan yang
dianutnya. Seorang Individu dapat mengakui dan mengapresiasi budaya lokalnya
sendiri (misalnya, etnis Jawa atau lebih khusus lagi Jawa Timur, Solo,
Jogja) dan belajar mengapresiasi budaya/etnis pelajar lain di
lingkungannya. Budaya tidak terletak pada etnis atau ras itu sendiri,
namun lebih ditujukan pada nilai, perilaku dan produk yang khas yang
melekat pada orang yang dan menjadi identitas etnis atau ras itu. Identifikasi
pada budaya lokal ini nampak paling menonjol, mewarnai serta menjadi ciri
khas yang bisa dikenali pada orang tersebut oleh orang lain. Misalnya,
seseorang dapat mengenali orang yang berasal dari Jawa atau Sumatra dari
logat bicaranya sekalipun saat itu dia menggunakan bahasa Indonesia
ataupun bahasa Inggris. Mengapa budaya lokal ini kuat dan lebih menonjol
dibanding dengan budaya nasional atau internasional? Karena dia hidup
dengan nilai-nilai budaya lokalnya. Ada kebiasaan yang selalu menjadi
kriteria dan patokan dalam bertindak. Disadari atau tidak, dia akan bersikap,
berperilaku serta mengumpulkan berbagai produk yang selaras dengan
nilai-nilai yang ada pada dirinya dalam merespon lingkungan fisik,sosial dan
metafisiknya.
Di Madura ada
kebiasaan dan tradisi yang sangat menjunjung tinggi harga diri. Tidak
jarang begitu tingginya harga diri itu menimbulkan korban nyawa. Harga diri yang
berdarah menyelubungi dalam tradisi carok. Kata carok sendiri berasal
dari bahasa Madura yang berarti 'bertarung dengan kehormatan'. Carok
merupakan tradisi bertarung satu lawan satu atau secara bekelompok
dengan menggunakan senjata Celurit.
Oleh kelompok berpendidikan,
carok dianggap sebagai penempatan harga diri yang salah. Namun karena
tradisi ini hidup dan dilaksanakan turun-temurun oleh warganya maka
Carok ini tetap bisa dianggap sebagai budaya khas Madura. Tradisi atau
kebiasaan ini terutama banyak terjadi di daerah pedesaan di Madura.
Seorang anak yang memiliki
identifikasi budaya lokal tertentu tidak lepas dari lingkungan yang dekat dan paling mempengaruhi dirinya.
Lingkungan tersebut adalah
1.Lingkungan
fisik
Lingkungan
fisik tertentu dapat membentuk budaya lokal tertentu. Suatu masyarakat yang
berada di daerah yang banyak dikelilingi sungai dan karena seringnya air sungai
meninggi dan menggenangi daratan maka membentuk budaya berupa rumah yang lantai
rumahnya lebih tinggi dari permukaan tanah. Misalnya rumah Palimasan Joglo, Sungai
Jingah Kalimantan Selatan.
Karena
lingkungan fisik di daerah Kalimantan Selatan sangat kaya dengan jenis-jenis kayu
maka berbagai kebutuhan sehari-hari dibuat dengan menggunakan jenis kayu seperti
Palimasan Kandangrasi desa Kuin Utara Kalimantan Selatan.
Lingkungan
fisik tertentu dapat membentuk budaya lokal tertentu. Masyarakat dari daerah
panas dan padang pasir seperti di Saudi Arabia akan cenderung memilih warna
yang putih supaya tidak panas. Karena warna putih tidak menyerap panas. Di samping
itu mereka cenderung memakai pakaian yang berbentuk jubah untuk melindungi
tubuh mereka dari sengatan matahari. sedangkan budaya bagi warga Eropa untuk
”mandi matahari” dengan berjemur seharian di pantai ketika berada di daerah tropis
untuk prestise di hadapan teman-temannya bahwa dia telah pergi ke daerah tropis.
Ada kebanggaan ketika tubuh mereka menjadi kecoklatan tersengat sinar matahari.
Sementara masyarakat Indonesia yang berada di daerah tropis tidak melakukan hal
yang sama. Kebudayaan daerah lokal (misalnya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan
suku Madura) memang lebih sering memakai kain sarung dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan ada untuk daerah Madura, sarung mahal dari merek tertentu
menjadi lambang status sosial sehingga mereka akan rela hati membayar mahal
untuk bisa membeli sarung tenun sutera untuk dipakai dalam hajatan, sholat Jum’at
ataupun kehidupan keseharian. Sementara suku lain tidak akan membelanjakan uang
yang ratusan ribu untuk membeli kain sarung.
Pria
yang berasal dari desa di Jawa dan sedang berada di desa akan memakai kain sarung
untuk tidur. Dia terbawa oleh budaya yang disebabkan lingkungan fisiknya yang
dingin dan kebiasaan yang berlaku di daerah itu. Namun dia tidak akan melakukan
hal yang sama itu ketika dia sedang berada di lingkungan yang bukan tergolong
lingkungan budaya lokalnya misalnya ketika dia di hotel atau di tempat kosnya
di kota. Seseorang yang berasal dari daerah yang memiliki kebudayaan tertentu
akan memilih jenis makanan yang sesuai dengan budaya yang dirinya.
2. Lingkungan social
Selain
lingkungan fisik, lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap dan berperilaku
seseorang. Orang yang dibesar dalam lingkungan komunitas Nahdlatul Ulama (NU)
akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan tradisi warga nahdliyin (warga NU)
yang berbeda dengan warga Muhammadiyah sekalipun keduanya berada di lingkungan
fisik yang sama. Kegiatan selamatan, Tahlil menjadi ciri khas kelompok NU ini
akan diikuti dan dilaksanakan oleh lingkungan sosialnya.
3. Lingkungan metafisik
Selain
lingkungan fisik dan sosial, ada lingkungan metafisik yang mewarnai lingkungan
budaya lokal suatu msayarakat. Seperti telah dibahas pada unit 1, ada lingkungan
metafisik yang sangat mempengaruhi perilaku budaya masyarakat. Lingkungan
metafisik ini tidak dibatasi oleh lingkungan fisik dalam arti mesti tinggal di
daerah itu. Lingkungan metafisik memang mewarnai budaya yang ada di lingkungan
fisik di lokal tertentu, tetapi selain itu juga dapat mengenai orang-orang yang
”merasa memiliki’ (sense of belonging) budaya itu. Biasanya mereka yang merasa
memiliki itu dulunya berasal dari daerah itu dan ada sudah pindah tempat tinggal
dari daerah itu, atau keturunan dari warga daerah itu. Pada prinsipnya orang yang
termasuk dalam lingkungan metafisik ini adalah orang yang mengikatkan diri dengan
tradisi budaya dan nilai-nilai tertentu. Mereka akan menyempatkan dating pada
acara tertentu. Pada hari-hari tertentu warga akan melakukan kegiatan ritual yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat yang berada pada lingkungan metafisik tertentu.
Warga daerah Jogja dan Solo akan rela berdatangan dan berdesakan untuk mengikuti
tradisi ”sekaten”. Warga masyarakat akan memperebutkan gunungan yang tersaji
dalam peringatan ”sekaten” karena mereka meyakini bahwa mereka akan dapat
rejeki dan hidup tenang bila berhasil mendapatkan dan menyimpan nasi atau benda-benda
lain yang ada di gunungan itu. Warga masyarakat kelompok tradisional tertentu
dari daerah Pasuruan, akan mendatangi acara haul akbar (peringatan orang meninggal)
Kyai Abdul Hamid, seorang ulama besar dari kota tersebut, sehingga peserta
kegiatan bisa mencapai radius 1 kilometer dari lokasi itu. Orang Islam akan berbondong-bondong
mendatangi orang yang baru datang dari menjalankan ibadah haji dan minum air
zam-zam dengan harapan mendapatkan berkah dari jiarah hajinya itu. Ada aura
spiritual yang sangat diharapkan pada orang yang baru menjalankan ibadah
hajinya. Identifikasi etnis ini merupakan dasar untuk pengembangan level
identifikasi selanjutnya yaitu identifikasi budaya nasional.
D.
Identifikasi
Budaya Nasional
Selain memiliki identifikasi
budaya lokal, seorang individu juga memiliki identifikasi budaya
nasional yang perlu dipahaminya. Seorang warga Negara Amerika Serikat
yang berpahamkan demokrasi akan berusaha memenuhi harapan yang dilandasi
atas penghormatan atas hak asasi manusia, keadilan dan persamaan yang
berfokus pada keikutsertaan menjadi anggota dari masyarakat demokratis yang efektif.
Sebagai warga Pancasilais dan tinggal bersama dalam wadah Negara memerlukan
ide yang dapat mempersatukan berbagai identitas budaya lokal itu dalam
bentuk identitas budaya nasional. Ada dua ide yang perlu dimiliki setiap warga
Negara Indonesia yaitu persatuan dalam perbedaan (wawasan kebangsaan/nasional)
dan perbedaan dalam persatuan (Bhineka Tunggal Ika).. Kita memiliki
simbol identifikasi budaya nasional antara lain seperti batik, keris,
candi borobudur, Bali dengan segala atribut yang menyertainya. Identifikasi budaya
nasional ini berasal dari identifikasi budaya lokal yang sudah banyak dikenal
secara nasional bahkan internasional. Identitas budaya nasional ini sudah
dijadikan simbol kenegaraan dan menjadi ciri khas ke-Indonesia-an.
Dengan mengenal identitas budaya ini seluruh dunia akan tahu bahwa
budaya ini adalah ciri budaya Indonesia.
E.
Identifikasi
Budaya Universal
Perkembangan
identifikasi global memberi kesempatan pada individu untuk melihat
bagaimana sebagai bangsa kita menyesuaikan diri dengan masyarakat dunia. Yang
memungkinkan individu memahami dengan baik bahwa tindakan suatu Negara tidak
hanya harus dilihat kaitannya dengan pengaruhnya pada negara ini namun juga apa
pengaruhnya pada dunia keseluruhan. individu yang telah mengembangkan identitas
nasional dan etnis yang kuat seharusnya memiliki perspektif untuk mengembangkan
juga identifikasi global yang membuat mereka menjadi warga masyarakat
dunia yang lebih baik. Pada saat ini penting untuk menyadari bahwa identifikasi
yang dibahas di atas bersifat hierarkhis. Dengan kata lain, kurikulum dan kebutuhan
belajar yang berproses dengan mengenalkan identitas budaya lokal, kemudian
nasional dan akhirnya global/universal. Perkembangan yang belakangan tergantung
pada perkembangan sebelumnya. Juga penting bahwa identitas individu tidak
statis namun kontinyu dan mencakup adanya ide tentang identitas ganda (lokal,
nasional, dan global/universal).
Contoh budaya universal
adalah permainan sepak bola. Seluruh dunia mengenal sepak bola dan ingin
tampil dalam kejuaraan dunia sepak bola.sepak bola merupakan Salah satu kebudayaan universal di
bidang olah raga yang paling digemari . Ka’bah sebagai simbol pemujaan
yang juga merupakan identitas budaya universal yang diakui seluruh
dunia, terutama umat Islam. Ka’bah merupakan salah satu simbol
penghambaan manusia di hadapan Tuhan yang diakui di seluruh dunia.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Proses transmilasi budaya difokuskan pada tiga misi yaitu penaman,
pengembangan, dan pemantapan. Serta dilakukan dengan tiga proses yaitu imitasi,
identivikasi, dan sosialisasi.
Bangsa Indonesia memiliki dari lebih dari 13.000 pulau, yg terbentang lebih dari
5.000 kilo meter, melintasi 3 zona waktu (yaitu WIB,WITA,dan WIT), serta
memiliki lebih dari 200 kelompok etnis yang tersebar di seluruh penjuru negri.
Sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sangat kaya dan berpotensi
menjadi bangsa yang besar.
Identifikasi
budaya local di pengaruhi oleh lingkungan yang meliputi lingkungan fisik,
lingkungan social dan lingkungan metafisik.identifikasi budaya
lokal merupakan identifikasi budaya yang bersifat langsung, dekat dan secara
fisik ada di sekelilingnya. Budaya ini dikenalkan oleh keluarga dan kerabat
dekat.
Ada dua ide yang perlu dimiliki setiap
warga Negara Indonesia yaitu persatuan dalam perbedaan (wawasan kebangsaan/nasional)
dan perbedaan dalam persatuan (Bhineka Tunggal Ika).. Kita memiliki
simbol identifikasi budaya nasional antara lain seperti batik, keris,
candi borobudur, Bali dengan segala atibut yang menyertainya
individu yang telah mengembangkan identitas
nasional dan etnis yang kuat seharusnya memiliki perspektif untuk mengembangkan
juga identifikasi global yang membuat mereka menjadi warga masyarakat
dunia yang lebih baik
B. Saran
Sebagai
pendidik kita harus menanamkan konsep wawasan multicultural dengan tepat agar
peserta didik dapat menghayati keberagaman yang ada di Indonesia dan tercipta
kebinekaan dikalangan perserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar