Makalah Wawasan Multikultural

| Kamis, 06 Februari 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Wawasan budaya seseorang akan menentukan jenis pengetahuan yang diinginkan, bagaimana dia mendapatkan pengetahuan dan bagaimana seseorang itu memaknai segala bentuk pengetahuan yang dia peroleh. Menurut Oliver dan Howley (1992) hal itu terjadi karena kebudayaan menentukan bagaimana orang memperoleh informasi, di samping bagaimana mereka mengkonstruksi maknanya. Berbagai bencana yang sering terjadi di tanah air, misalnya Tsunami,gempa, dan angin puting beliung akan dimaknai secara berbeda oleh berbagai kalangan. Bagi kalangan kelompok religius, bencana itu banyak terjadi karena penduduk Indonesia terlalu banyak berbuat maksiat dan penyelesaikan untuk menghadapi bencana itu adalah melalui do’a bersama atau menghilangkan segala bentuk kemaksiatan yang terjadi di tanah air. Bagi kelompok tradisional di pesisir selatan, hal itu terjadi karena masyarakat telah lalai dalam melakukan ritual di pantai selatan. Sedangkan kaum ilmuwan menganggap bahwa bencana yang terjadi itu adalah gejala alamiah semata. Pada makalah ini kita akan mengkaji berbagai wawasan kultural yang bersifat multi dimensional yaitu wawasan budaya lokal, nasional dan universal.


B.           Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah proses tranmisi program budaya?
2.      Seperti apakah wawasan budaya bangsa  Indonesia?
3.      Bagaimana identifikasi budaya local?
4.      Bagaimana identifikasi budaya nasional?
5.      Bagaimana identifikasi budaya global?
  
C.          Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui proses tranmisi program budaya
2.Memahami wawasan budaya bangsa Indonesia?
3.      Mengetahui bagaimana identifikasi budaya local
4.      Mengetahui bagaimana identifikasi budaya nasional
5.      Mengetahui bagaimana identifikasi budaya global
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.         Proses Transmisi Program Budaya
Budaya atau kebudayaan merupakan sesuatu hal yang kompleks dan abstrak. Kebudayaan dalam suatu kelompok daerah, wilayah atau bangsa berkaitan dengan tiga aspek utama, yaitu ide atau gagasan, aktivitas atau perilaku, dan hasil karya. aspek berasal dari kognitif manusia. Aspek tersebut bersatu ditujukan untuk membantu manusia dalam kelangsungan kehidupannya maupun kehidupan masyarakat. Berbicara mengenai kebudayaan tidak lepas dari cara mempertahankan, menjaga dan yang paling penting adalah melestarikannya agar tetap eksis diantara budaya yang lain. Menurut Koentjaraningrat dan M.Jacobs (dalam Ajeeng:2012) kebudayaan merupakan warisan sosial yang harus diwariskan kembali kepada generasi selanjutnya dengan proses belajar. Dalam hal melestarikan dan mewariskan budaya ini kita mengenal istilah transmisi budaya.
Transmisi budaya merupakan kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah.  Transmisi budaya dinilai sebagai suatu usaha untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan atau pengalaman untuk dijadikan sebagai pegangan dalam meneruskan estafet kebudayaan. Dalam hal ini tidak ada suatu masyarakat yang tidak melakukan usaha pewarisan budaya. Usaha pewarisan ini bukan sekedar menyampaikan atau memberikan suatu yang material, melainkan yang terpenting adalah menyampaikan nilai-nilai yang dianggap terbaik yang telah menjadi pedoman yang baku dalam masyarakat.
Transmisi kebudayaan merupakan salah satu fungsi komunikasi yang paling luas. Dikatakan demikian karena, dalam proses pewarisan budaya kita menggunakan bahasa dan cara-cara interaktif sebagai usaha untuk mentransfer budaya dari satu generasi ke generasi lain. Dalam proses pewarisan budaya secara tidak langsung terjadi interaksi sosial antar individu yang mungkin saja membahas tentang ide-ide atau gagasan suatu budaya atau dapat saja memperkuat kesepakatan norma-norma.
Transmisi budaya memiliki fokus dan konsentrisitas pada tiga misi, yaitu:
1.       menanamkan (juga menggagas, mengkreasi, apabila publik belum memiliki bibit dan potensi keunggulan kebudayaan)
2.       mengembangkan (dengan inovasi dan adaptasi, apabila masyarakat telah memiliki benih-benih keunggulan dalam kebudayaan yang kemudian diperluas dan ditingkatkan)
3.       memantapkan (juga melestarikan dan konservasi, apabila masyarakat telah mengembangkan tradisi keunggulan secara padu dan bersama).

Proses-proses transmisi kebudayaan dilakukan dengan cara
1.       Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi didalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal. Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya.
2.       Identifikasi, yaitu proses pengenalan atau penentuan identitas. Seperti telah dikemukakan, manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri memilih mana yang sesuai dan tidak sesuai.
3.       Sosialisasi, Selanjutnya nilai-nilai atau unsur-unsur budaya tersebut haruslah disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan yang nyata didalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai yang dimiliki seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya kelakuan-kelakuan yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungannya. Ketiga proses transmisi tersebut berkaitan dengan bagaimana cara mentransmisikannya.
B.         Wawasan Multikultural Bangsa Indonesia
Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara multikultur mengingat Negara ini memiliki dari lebih dari 13.000 pulau, yg terbentang lebih dari 5.000 kilo meter, melintasi 3 zona waktu (yaitu WIB,WITA,dan WIT), serta memiliki lebih dari 200 kelompok etnis yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Kesatuan bangsa Indonesia tidak bersifat alami melainkan historis, artinya Bangsa Indonesia bersatu bukan karena dibersatukan oleh bahasa ibu atau oleh kesatuan suku, budaya ataupun agama yang sama. Yang mempersatukan masyarakat di Indonesia adalah sejarah yang dialami bersama, sebuah sejarah penderitaan, penindasan, perjuangan kemerdekaan dan tekad pembangunan kehidupan bersama. Dari “nasib” bersama itu tumbuh hasrat untuk tetap bersama. Persatuan Indonesia tidak bersifat etnik melainkan etis(perilaku yang disepakati secara umum)
Negara kebangsaan memiliki unsur-unsur penting sebagai pengikat, yaitu unsur psikologi. sekelompok manusia yg memiliki kesadaran bersama untuk membentuk satu kesatuan masyarakat/adanya kehendak utk hidup bersama, dan persamaan Kebudayaan sehingga seorang individu merasa menjadi bagian dari suatu kebudayaan, territorial, sejarah dan masa depan  dan politik (memiliki hak untuk untuk menjalankan pemerintahan sendiri) yang sama
Indonesia sejatinya adalah bangsa dan negara besar: negara kepulauan terbesar di dunia, jumlah umat muslim terbesar di dunia, bangsa multi etnik dan bahasa namun bersatu, memiliki warisan sejarah yang menakjubkan dan kreatifitas anak negeri seperti batik, aneka makanan dan kerajinan yang eksotik, kekayaan serta keindahan alam yang luar biasa.
Indonesia memiliki modal atau kekuatan yang memadai untuk menjadi bangsa besar dan negara yang kuat. Modal itu antara lain: luas wilayah, jumlah penduduk, kekayaan alam, kekayaan budaya, kesatuan bahasa, ketaatan pada ajaran agama, dan sistem pemerintahan republik yang demokratis.
Kekayaan bangsa ini merupakan anugrah dari Tuhan yang harus disyukuri, dan masyarakat Indonesia harus bersatu di bawah semboyan Bhineka Tunggal Ika jangan sampai terpecah belah karena perbedaan yang begitu indah ini.
C.         Identifikasi Budaya Lokal
Identifikasi budaya lokal merupakan identifikasi budaya yang bersifat langsung, dekat dan secara fisik ada di sekelilingnya. Budaya ini biasanya dikenalkan oleh keluarga dan kerabat dekat. Biasanya berwujud perilaku pembudayaan. contoh dari pembudayaan ini yaitu, perilaku gender yang terkait dengan perilaku maskulin dan feminin yang ternyata bukan didasarkan oleh factor  biologis melainkan pembudayaan. ada suku yang membebankan perilaku maskulin seperti berburu kepada perempuan sedangkan memasak dibebankan pada laki-laki. Sebaliknya pada suku yang lain dilakukan sebaliknya. Laki laki berburu, perempuan memasak. Sementara di suku yang ketiga pekerjaan itu dilakukan secara bergantian baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku sebenarnya ditentukan oleh pembiasaan dan pembudayaan yang ada dan berlaku pada lokal tertentu. Disadari atau tidak, dia dibesarkan dan menggunakan budaya lokal yang ada di sekitar dirinya.
Tiap daerah di Indonesia memiliki kekhususan yang dapat menjadi identitas daerah itu. Kekhasan itu bisa jadi karena ras, sejarah, lokasi, agama dan kepercayaan yang dianutnya. Seorang Individu dapat  mengakui dan mengapresiasi budaya lokalnya sendiri (misalnya, etnis Jawa atau lebih khusus lagi Jawa Timur, Solo, Jogja) dan belajar mengapresiasi budaya/etnis pelajar lain di lingkungannya. Budaya tidak terletak pada etnis atau ras itu sendiri, namun lebih ditujukan pada nilai, perilaku dan produk yang khas yang melekat pada orang yang dan menjadi identitas etnis atau ras itu. Identifikasi pada budaya lokal ini nampak paling menonjol, mewarnai serta menjadi ciri khas yang bisa dikenali pada orang tersebut oleh orang lain. Misalnya, seseorang dapat mengenali orang yang berasal dari Jawa atau Sumatra dari logat bicaranya sekalipun saat itu dia menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris. Mengapa budaya lokal ini kuat dan lebih menonjol dibanding dengan budaya nasional atau internasional? Karena dia hidup dengan nilai-nilai budaya lokalnya. Ada kebiasaan yang selalu menjadi kriteria dan patokan dalam bertindak. Disadari atau tidak, dia akan bersikap, berperilaku serta mengumpulkan berbagai produk yang selaras dengan nilai-nilai yang ada pada dirinya dalam merespon lingkungan fisik,sosial dan metafisiknya.
Di Madura ada kebiasaan dan tradisi yang sangat menjunjung tinggi harga diri. Tidak jarang begitu tingginya harga diri itu menimbulkan korban nyawa. Harga diri yang berdarah menyelubungi dalam tradisi carok. Kata carok sendiri berasal dari bahasa Madura yang berarti 'bertarung dengan kehormatan'. Carok merupakan tradisi bertarung satu lawan satu atau secara bekelompok dengan menggunakan senjata Celurit.
Oleh kelompok berpendidikan, carok dianggap sebagai penempatan harga diri yang salah. Namun karena tradisi ini hidup dan dilaksanakan turun-temurun oleh warganya maka Carok ini tetap bisa dianggap sebagai budaya khas Madura. Tradisi atau kebiasaan ini terutama banyak terjadi di daerah pedesaan di Madura.
Seorang anak yang memiliki identifikasi budaya lokal tertentu tidak lepas dari lingkungan yang  dekat dan paling mempengaruhi dirinya. Lingkungan tersebut adalah
1.Lingkungan fisik
Lingkungan fisik tertentu dapat membentuk budaya lokal tertentu. Suatu masyarakat yang berada di daerah yang banyak dikelilingi sungai dan karena seringnya air sungai meninggi dan menggenangi daratan maka membentuk budaya berupa rumah yang lantai rumahnya lebih tinggi dari permukaan tanah. Misalnya rumah Palimasan Joglo, Sungai Jingah Kalimantan Selatan.
Karena lingkungan fisik di daerah Kalimantan Selatan sangat kaya dengan jenis-jenis kayu maka berbagai kebutuhan sehari-hari dibuat dengan menggunakan jenis kayu seperti Palimasan Kandangrasi desa Kuin Utara Kalimantan Selatan.
Lingkungan fisik tertentu dapat membentuk budaya lokal tertentu. Masyarakat dari daerah panas dan padang pasir seperti di Saudi Arabia akan cenderung memilih warna yang putih supaya tidak panas. Karena warna putih tidak menyerap panas. Di samping itu mereka cenderung memakai pakaian yang berbentuk jubah untuk melindungi tubuh mereka dari sengatan matahari. sedangkan budaya bagi warga Eropa untuk ”mandi matahari” dengan berjemur seharian di pantai ketika berada di daerah tropis untuk prestise di hadapan teman-temannya bahwa dia telah pergi ke daerah tropis. Ada kebanggaan ketika tubuh mereka menjadi kecoklatan tersengat sinar matahari. Sementara masyarakat Indonesia yang berada di daerah tropis tidak melakukan hal yang sama. Kebudayaan daerah lokal (misalnya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan suku Madura) memang lebih sering memakai kain sarung dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan ada untuk daerah Madura, sarung mahal dari merek tertentu menjadi lambang status sosial sehingga mereka akan rela hati membayar mahal untuk bisa membeli sarung tenun sutera untuk dipakai dalam hajatan, sholat Jum’at ataupun kehidupan keseharian. Sementara suku lain tidak akan membelanjakan uang yang ratusan ribu untuk membeli kain sarung.
Pria yang berasal dari desa di Jawa dan sedang berada di desa akan memakai kain sarung untuk tidur. Dia terbawa oleh budaya yang disebabkan lingkungan fisiknya yang dingin dan kebiasaan yang berlaku di daerah itu. Namun dia tidak akan melakukan hal yang sama itu ketika dia sedang berada di lingkungan yang bukan tergolong lingkungan budaya lokalnya misalnya ketika dia di hotel atau di tempat kosnya di kota. Seseorang yang berasal dari daerah yang memiliki kebudayaan tertentu akan memilih jenis makanan yang sesuai dengan budaya yang dirinya.
2.      Lingkungan social
Selain lingkungan fisik, lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap dan berperilaku seseorang. Orang yang dibesar dalam lingkungan komunitas Nahdlatul Ulama (NU) akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan tradisi warga nahdliyin (warga NU) yang berbeda dengan warga Muhammadiyah sekalipun keduanya berada di lingkungan fisik yang sama. Kegiatan selamatan, Tahlil menjadi ciri khas kelompok NU ini akan diikuti dan dilaksanakan oleh lingkungan sosialnya.
3.      Lingkungan metafisik
Selain lingkungan fisik dan sosial, ada lingkungan metafisik yang mewarnai lingkungan budaya lokal suatu msayarakat. Seperti telah dibahas pada unit 1, ada lingkungan metafisik yang sangat mempengaruhi perilaku budaya masyarakat. Lingkungan metafisik ini tidak dibatasi oleh lingkungan fisik dalam arti mesti tinggal di daerah itu. Lingkungan metafisik memang mewarnai budaya yang ada di lingkungan fisik di lokal tertentu, tetapi selain itu juga dapat mengenai orang-orang yang ”merasa memiliki’ (sense of belonging) budaya itu. Biasanya mereka yang merasa memiliki itu dulunya berasal dari daerah itu dan ada sudah pindah tempat tinggal dari daerah itu, atau keturunan dari warga daerah itu. Pada prinsipnya orang yang termasuk dalam lingkungan metafisik ini adalah orang yang mengikatkan diri dengan tradisi budaya dan nilai-nilai tertentu. Mereka akan menyempatkan dating pada acara tertentu. Pada hari-hari tertentu warga akan melakukan kegiatan ritual yang menjadi ciri khas suatu masyarakat yang berada pada lingkungan metafisik tertentu. Warga daerah Jogja dan Solo akan rela berdatangan dan berdesakan untuk mengikuti tradisi ”sekaten”. Warga masyarakat akan memperebutkan gunungan yang tersaji dalam peringatan ”sekaten” karena mereka meyakini bahwa mereka akan dapat rejeki dan hidup tenang bila berhasil mendapatkan dan menyimpan nasi atau benda-benda lain yang ada di gunungan itu. Warga masyarakat kelompok tradisional tertentu dari daerah Pasuruan, akan mendatangi acara haul akbar (peringatan orang meninggal) Kyai Abdul Hamid, seorang ulama besar dari kota tersebut, sehingga peserta kegiatan bisa mencapai radius 1 kilometer dari lokasi itu. Orang Islam akan berbondong-bondong mendatangi orang yang baru datang dari menjalankan ibadah haji dan minum air zam-zam dengan harapan mendapatkan berkah dari jiarah hajinya itu. Ada aura spiritual yang sangat diharapkan pada orang yang baru menjalankan ibadah hajinya. Identifikasi etnis ini merupakan dasar untuk pengembangan level identifikasi selanjutnya yaitu identifikasi budaya nasional.

D.               Identifikasi Budaya Nasional
Selain memiliki identifikasi budaya lokal, seorang individu juga memiliki identifikasi budaya nasional yang perlu dipahaminya. Seorang warga Negara Amerika Serikat yang berpahamkan demokrasi akan berusaha memenuhi harapan yang dilandasi atas penghormatan atas hak asasi manusia, keadilan dan persamaan yang berfokus pada keikutsertaan menjadi anggota dari masyarakat demokratis yang efektif. Sebagai warga Pancasilais dan tinggal bersama dalam wadah Negara memerlukan ide yang dapat mempersatukan berbagai identitas budaya lokal itu dalam bentuk identitas budaya nasional. Ada dua ide yang perlu dimiliki setiap warga Negara Indonesia yaitu persatuan dalam perbedaan (wawasan kebangsaan/nasional) dan perbedaan dalam persatuan (Bhineka Tunggal Ika).. Kita memiliki simbol identifikasi budaya nasional antara lain seperti batik, keris, candi borobudur, Bali dengan segala atribut yang menyertainya. Identifikasi budaya nasional ini berasal dari identifikasi budaya lokal yang sudah banyak dikenal secara nasional bahkan internasional. Identitas budaya nasional ini sudah dijadikan simbol kenegaraan dan menjadi ciri khas ke-Indonesia-an. Dengan mengenal identitas budaya ini seluruh dunia akan tahu bahwa budaya ini adalah ciri budaya Indonesia.

E.               Identifikasi Budaya Universal
Perkembangan identifikasi global memberi kesempatan pada individu untuk melihat bagaimana sebagai bangsa kita menyesuaikan diri dengan masyarakat dunia. Yang memungkinkan individu memahami dengan  baik bahwa tindakan suatu Negara tidak hanya harus dilihat kaitannya dengan pengaruhnya pada negara ini namun juga apa pengaruhnya pada dunia keseluruhan. individu yang telah mengembangkan identitas nasional dan etnis yang kuat seharusnya memiliki perspektif untuk mengembangkan juga identifikasi global yang membuat mereka menjadi warga masyarakat dunia yang lebih baik. Pada saat ini penting untuk menyadari bahwa identifikasi yang dibahas di atas bersifat hierarkhis. Dengan kata lain, kurikulum dan kebutuhan belajar yang berproses dengan mengenalkan identitas budaya lokal, kemudian nasional dan akhirnya global/universal. Perkembangan yang belakangan tergantung pada perkembangan sebelumnya. Juga penting bahwa identitas individu tidak statis namun kontinyu dan mencakup adanya ide tentang identitas ganda (lokal, nasional, dan global/universal).
Contoh budaya universal adalah permainan sepak bola. Seluruh dunia mengenal sepak bola dan ingin tampil dalam kejuaraan dunia sepak bola.sepak bola merupakan  Salah satu kebudayaan universal di bidang olah raga yang paling digemari . Ka’bah sebagai simbol pemujaan yang juga merupakan identitas budaya universal yang diakui seluruh dunia, terutama umat Islam. Ka’bah merupakan salah satu simbol penghambaan manusia di hadapan Tuhan yang diakui di seluruh dunia.


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Proses transmilasi budaya difokuskan pada tiga misi yaitu penaman, pengembangan, dan pemantapan. Serta dilakukan dengan tiga proses yaitu imitasi, identivikasi, dan sosialisasi.
Bangsa Indonesia memiliki dari lebih dari 13.000 pulau, yg terbentang lebih dari 5.000 kilo meter, melintasi 3 zona waktu (yaitu WIB,WITA,dan WIT), serta memiliki lebih dari 200 kelompok etnis yang tersebar di seluruh penjuru negri. Sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sangat kaya dan berpotensi menjadi bangsa yang besar.
Identifikasi budaya local di pengaruhi oleh lingkungan yang meliputi lingkungan fisik, lingkungan social dan lingkungan metafisik.identifikasi budaya lokal merupakan identifikasi budaya yang bersifat langsung, dekat dan secara fisik ada di sekelilingnya. Budaya ini dikenalkan oleh keluarga dan kerabat dekat.
Ada dua ide yang perlu dimiliki setiap warga Negara Indonesia yaitu persatuan dalam perbedaan (wawasan kebangsaan/nasional) dan perbedaan dalam persatuan (Bhineka Tunggal Ika).. Kita memiliki simbol identifikasi budaya nasional antara lain seperti batik, keris, candi borobudur, Bali dengan segala atibut yang menyertainya
individu yang telah mengembangkan identitas nasional dan etnis yang kuat seharusnya memiliki perspektif untuk mengembangkan juga identifikasi global yang membuat mereka menjadi warga masyarakat dunia yang lebih baik

B.     Saran
Sebagai pendidik kita harus menanamkan konsep wawasan multicultural dengan tepat agar peserta didik dapat menghayati keberagaman yang ada di Indonesia dan tercipta kebinekaan dikalangan perserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Ajeeng, Nuraini.2012. Transmisi budaya dan Biologis Serta Awal Perkembangan. ttp://nurainiajeeng.wordpress.com. diaksespada 1 oktober 2013

Liliweri, Alo.2005.prasangka dan konfik : lintas budaya masyarakat multikultur.Yogyakarta: LQiss

Lesmana, Adi.2013.Pemantapan Wawasan Kebangsaan dengan  pembangunan karakter bangsa dan sistem pemerintahan yang efesein dan efektif.http://www.kemendagri.go.id. Diaksespada 1oktober 2013

Sutarto.2007.Pendidikan Multikulturalisme.Jakarta:Dirje DIKTI




0 komentar:

Next Prev
▲Top▲