makalah morfologi dan fonologi

| Kamis, 01 Desember 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sekarang ini dalam kehidupan sehari-hari banyak masyarakat Indonesia yang memakai bahasa Indonesia, tetapi ucapan dari daerahnya terbawa, misalnya dengan intonasi Batak, Sunda, Jawa, atau Makasar. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan dari kecil yang mengajarkan bahasa Indonesia dengan campuran bahasa daerahnya.
Mempelajari struktur morfologi dan fonologi bahasa Indonesia, dapat menjadikan pemahaman terhadap pemakainan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, juga dapat bermanfaat dalam pembinaaan kemampuan bahasa siswa sehingga logat daerah tidak tercampur dengan bahasa Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut maka makalah ini berisi penjelasan lebih lanjut tentang struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.   Apakah pengertian fonologi dan morfologi?
2.   Apakah jenis struktur fonologi dan morfologi?
3.   Bagaimanakah uraian tentang struktur fonologi dan morfologi?

C.    Tujuan
1.   Mengetahui pengertian fonologi dan morfologi.
2.   Mengetahui jenis struktur fonologi dan morfologi.
3.   Mengetahui uraian tentang struktur fonologi dan morfologi.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Fonologi
a.    Pengertian Fonologi
Menurut Frank Parker (1994), fonologi merupakan suatu bidang yang mengkaji sisitem bunyi suatu bahasa, yaitu rumus-rumus yang menentukan aspek sebutan, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Dengan demikian fonologi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang bunyi bahasa atau ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa. Fonem menurut Santoso (2004) adalah setiap bunyi ujaran dalam satu bahasa yang berfungsi untuk membedakan arti.
Manurut tradisi barat, pengkajian bidang fonologi bermula sejak 200 tahun yang lalu, sekitar awal tahun 1800. Para ahli bahasa saat itu memulai pengkajian tentang perubahan bunyi bahasa dengan cara membandingkan bunyi bahasa yang wujud dalam pelbagai bahasa yang berkaitan.
b.   Cabang Fonologi
Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :
a)      Fonetik
Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sedangkan menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik diartikan sebagai bidang linguistik (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sisitem bunyi suatu bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi dihasilkan.
Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa menjadi tiga, yaitu :
(a)    fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi diklasifikasikan.
(b)   fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, dan intensitasnya).
(c)    Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.
b)      Fonemik
Fonemik yaitu ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait pengertian tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan : 1) bidang linguistik tentang fonem, 2) sistem fonem suatu bahasa, dan 3) prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b], [u]; dan [l], [a], [b], [u], jika hanya dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu [l] dan [r], dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
Telah disinggung di atas mengenai pengertian fonem, namun tidak ada salahnya melihat definisi fonem dari sumber yang berbeda. Menurut Supriyadi (1992) fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil. Pendapat tersebut dibuktikan dengan dengan cara menganalisis struktur fonologis kata dasar buku dengan menggunakan diagram pohon seperti berikut.
  





Santoso (2004) berpendapat bahwa fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. Hal ini perlu dipahami agar tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan istilah fonem dan huruf.    
Tabel di bawah ini akan menjelaskan tentang perbedaan antara fonem dan huruf.
Jumlah Fonem
Susunan Huruf
Jumlah Huruf
4
Adik
4
4
Ingat
5
4
Nyanyi
6
5
Pantai
6
           
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian antara fonem dan huruf (grafem) berbeda. Fonem adalah satuan kebahasaan terkecil sedangkan huruf sedangkan grafem adalah gambaran dari bunyi (fonem) dengan kata lain huruf adalah lambang fonem.
c.    Sistem Fonologi dan Alat Ucap
Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem yang terdiri atas : 1) fonem vocal (6 buah), 2) fonem diftong (3 buah), dan fonem konsonan (23 buah).
Alat ucap dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a)      Artikular
Artikular adalah alat-alat yang dapat digerakkan atau digeser ketika bunyi diucapkan.


b)      Titik Artikulasi
Titik Artikulasi adalah titik atau daerah pada bagian alat ucap yang dapat disentuh atau didekati.

Fonem-fonem dihasilkan karena gerakan organ-organ bicara terhadap aliran udara dari paru-paru sewaktu seseorang mengucapkannya. Jika bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka bunyi atau fonem yang dihasilakn adalah vokal. Fonem yang dihasilkan tergantung beberapa hal berikut : a) posisi bibir, b) tinggi rendahnya lidah, dan c) maju mundurnya lidah.
Berdasarkan gerakan lidah ke depan dan ke belakang, vokal dibedakan atas :
a)      vokal depan, terdiri dari /i/ dan /e/,
b)      vokal tengah, terdiri dari /a/ dan /,
c)      vokal belakang, terdiri dari /o/ dan /u/.
Berdasarkan tinggi rendahnya gerakan lidah, vokal dibedakan atas :
a)      vokal tinggi, terdiri dari /i/, dan /u/,
b)      vokal madya, terdiri dari /e/,/a/, dan /o/,
c)      vokal rendah, terdiri dari /a/.
Berdasarkan bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas :
a)      vokal bundar, terdiri dari /a/, /o/, dan /u/,
b)      vokal tak bundar, terdiri dari /e/, /a/, dan /i/.
Berdasarkan renggang tidaknya ruang antara lidah, vokal dibedakan atas :
a)      vokal sempit, terdiri dari/ i/, dan /u/,
b)      vokal lapang, terdiri dari /a/, /e/, dan /o/.
Selanjutnya, jika bunyi ujaran ketika udara ke luar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah bunyi konsonan. Halangan yang dijumpai mecam-macam, ada halangan yang bersifat seluruhnya, dan ada pula yang sebagian, yaitu menggeser atau mengadukkan arus suara sehingga menghasilkan konsonan bermacam-macam pula.

Klasifikasi konsonan dibedakan atas :
a)      Konsonan bibir (bilabial), terdiri dari /p/, /b/, dan /m/.
b)      Konsonan bibir gigi (labiodental), terdiri dari /f/, /v/, dan /w/.
c)      Konsonan gigi (dental), terdiri dari /t/, /d/, /s/, /z/, /l/, /r/, dan /n/.
d)     Konsonan langit-langit (palatal), terdiri dari /c/, /j/, /s/, /y/, dan /n/.
e)      Konsonan langit-langit lembut (velar), terdiri dari /g/, /k/, /x/, dan /j/.
f)       Konsonan pangkal (laringan), terdiri dari /h/.
Selain itu, klasifikasi lain konsonan adalah :
a)      Konsonan letupan atau eksplosif, apabila aliran udara tertutup rapat, konsonan yang dihasilkan adalah /p/, /t/, /c/, /k/, /b/, /d/, /j/, dan /g/.
b)      Konsonan gerseran atau spiran, apabila aliran udara masih bisa keluar dalam aliran yang demikian sempit, konsonan yang muncul adalah /f/, /s/, /z/, dan /x/.
c)      Konsonan sengau atau nasal, jika udara keluar sebagian melalui hidung, konsonan yang muncul adalah /m/, dan /n/.
d)     Konsonan lateral, kalau uadara yang keluar melalui bagian kiri dan kanan lidah serta mengenai alur gigi, konsonannya adalah /l/.
e)      Konsonan getar, bila terjadi letupan berturut-turut, konsonannya adalah /r/.
Ada juga yang dinamakan konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara. Konsonan bersuara terjadi karena bergetarnya selaput suara: /b/, /m/, /w/, /d/, /n/, /z/, /j/, /g/, /x/, dan /y/, sedangkan yang tidak besuara adalah konsonan yang terjadi tanpa bergetarnya selaput suara: /f/, /t/, /s/, /c/, /k/, /h/, /r/, dan /l/.
d.   Kedudukan Fonologi dalam Cabang-cabang Linguistik
Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam diskripsi dana analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.
a)      Fonologi dalam cabang morfologi
Bidang morfologi yang konsentrasinya pada tataran struktur internal kata, sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara {butUh} dan {bUtUh}, serta {butuhkan} setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-kan}.
b)      Fonologi dalam cabang sintaksis
Bidang sintaksis yang berkonsentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri? (kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah), ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama, tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu intonasi, jedah, dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, tetutama dalam bahasa Indonesia.
c)      Fonologi dalam cabang semantic
Bidang semantic, yang berkonsentrasi pada persoalan makna katapun, memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat bervariasi, dan tidak. Contoh kata {tahu}, dan {tau} akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk ketika diucapkan secara bervariasi {dudUk}, dan {dUdUk}, tidak membedakan makna. Hasil fonologislah yang membantunya.

B.     Morfologi
a.    Pengertian Morfologi
Menurut Verhaar (1984) morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian kata secara gramatikal. Sedangkan Kridalaksana (1984) berpandapat bahwa morfologi adalah a) bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; b) bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yaitu morfem. M. Faisal (2009) menyatakan bahwa morfologi merupakan bagian dari tata bahasa, yang membahas tentang bentuk kata.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain untuk membentuk sebuah kata.
b.   Morfem
Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, misalnya kata sutra jika dibagi menjadi su dan tra, bagian-bagian itu tidak dapat lagi disebut morfem karena tidak mempunyai makna. Demikian juga me- dan -kan tidak dapat dibagi menjadi bagian yang lebih kecil (Badudu, 1985).
Berdasarkan criteria tertentu, kita dapat mengklasifikasikan morfem menjadi beberapa jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu hubungannya dan distribusinya (Samsuri, 1982; Prawirasumantri, 1985). Penjelasannya sebagai berikut :
a)      Ditinjau dari hubungannya
Terdiri dari :
(a)    Hubungan struktur
Menurut hubungan struktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.   Morfem yang bersifat adiktif (tambahan) adalah morfem-morfem umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.
2.   Morfem yang bersifat replasif (penggantian), yaitu morfem-merfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris.
3.   Morfem bersifat substraktif (pengurangan), misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk adjektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara ketatabahasaan. Perhatikanlah bentuk-bentuk berikut !
Betina
Jantan
Arti
/fos/
/bon/
/sod/
/ptit/
/fo/
/bo/
/so/
/pti/
Palsu
baik
panas
kecil

(b)   Hubungan posisi
Dilihat dari hubungan posisinya, morfempun dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu 1. bersifat urutan, 2. bersifat sisipan, dan 3. bersifat simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.
Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian, yaitu /ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan karena yang satu terdapat sesudah yang lainnya.
Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat dilihat dari kata /telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi /t…unuk/+/-el-/.
Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /kehujanan/, /kesiangan/, dan sebagainya. Bentuk /kehujanan/ terdiri dari /ke…an/ dan /hujan/, sedangkan /kesiangan/ terdiri dari /ke…an/ dan /siang/. Bentuk /ke-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /kehujan/ atau /hujanan/ maupun /kesiang/ atau /siangan/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu (discontinuous morpheme).
b)      Ditinjau dari distribusinya
Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
(a)      Morfem bebas
Menurut Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Dengan demikian, morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri; seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata. Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.
(b)   Morfem terikat
Menurut Santoso (2004), morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti, maka morfem ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata, morfem ini harus digabung dengan morfem bebas. Menurut Samsuri (1994), morfem terikat tidak pernah di dalam bahasa yang wajar diucapkan tersendiri. Morfem-morfem ini, selain contoh yang telah diuraikan pada bagian awal, umpanya: ter-, per-, -i, -an. Di samping itu ada juga bentuk-bentuk seperti – juang, -gurau, -tawa, yang tidak pernah juga diucapkan tersendiri, melainkan selalu dengan salah satu imbuhan atau lebih. Tetapi sebagai morfem terikat, yang berbeda dengan imbuhan, bisa mengadakan bentukan atau konstruksi dengan morfem terikat yang lain.
c.    Proses Morfologis
Prosese morfologis menurut Samsuri (1985) adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem satu dengan morfem yang lain.
Proses morfologis meliputi sebagai berikut :
a)      Afiksasi
Menurut Samsuri (1985), afiksasi adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks. Macam-macam afiks adalah sebagai berikut :
(a)      Prefiks (awalan), terdiri atas awalan pe(R)-, me(N)-, te(R)-, di-, be(R)-, dan pe(N)-.
(b)      Infiks (sisipan), terdiri dari 3 macam, yaitu -el-, -em-, dan -er-.
(c)      Sufiks (akhiran), bahasa Indonesia mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, dan man. Akhiran asli terdiri dari -an, -kan, -i, dan -nya.
(d)     Konfiks (imbuhan gabungan senyawa), adalah gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah. Mendapat imbuhan pe(R)-an, pe(N)-an, ke-an, dan be(R)-an.
b)      Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun sebagian. Reduplikasi dalam bahasa Indonesia dibagi sebagai berikut :
(a)      Kata ulang seluruh
Kata ulang seluruh adalah perulangan bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks. Contoh : rumah menjadi rumah-rumah, orang menjadi orang-orang, dan meja menjadi meja-meja.
(b)      Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar, baik awal maupun bagian akhir morfem. Contoh : tatangga menjadi tetangga, luluhur menjadi leluhur, dan luluasa menjadi leluasa.
(c)      Perulangan dengan perubahan fonem
Perulangan dengan perubahan fonem adalah morfem dasar yang diulang mengalami perubahan fonem. Contoh: gerak menjadi gerak-gerik, lauk menjadi lauk-pauk, sayur menjadi sayur-mayur, dan balik menjadi bolak-balik.
(d)     Perulangan berimbuhan
Perulangan berimbuhan adalah perulangan bentuk dasar diulang secara keseluruhan dan mengalami proses pembubuhan afiks. Contoh: main menjadi bermain-main, lihat menjadi melihat-lihat, dan kuda menjadi kuda-kudaan.
d.   Makna Kata Ulang
Sesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna struktural kata ulang menurut Keraf (1978) adalah sebagai berikut.
1)      Perulangan menggunakan makna banyak yang tak tentu. Perhatikan contoh berikut:
(a)    Kuda-kuda itu berkejaran di padang rumput.
(b)   Buku-buku yang dibelikan kemarin telah dibaca.
2)      Pengulangan mengandung makna bermacam-macam. Contoh:
(a)    Pohon-pohonan perlu dijaga kelestariannya. (banyak dan bermacam-macam pohon).
(b)   Daun-daunan yang ada di pekarangan sekolah sudah menumpuk. (banyak dan bermacam-macam daun).
(c)    Ibu membli sayur-sayuran di pasar. (banyak dan bermacam-macam sayur).
3)      Makna lain yang dapat diturunkan dari suatu kata ulang adalah menyerupai atau tiruan dari sesuatu. Contoh:
(a)    Anak itu senang bermain kuda-kudaan. (menyerupai atau tiruan kuda).
(b)   Andi berteriak kegirangan setelah dibelikan ayam-ayaman. (menyerupai atau tiruan ayam).
4)      Mengandung makna agak atau melemahkan arti. Contoh :
(a)    Perilakunya kebarat-baratan sehingga tidak disenangi oleh teman-temannya.
(b)   Sifatnya masih kekanak-kanakan.
5)      Menyatakan makna intensitas. Makna intensitas terdiri dari:
(a)    Intensitas Kualitatif, contohnya:
1.    Ia mondar-mandir saja Pukullah kuat-kuat.
2.    Anak itu belajar sebaik-baiknya.
(b)   Intensitas kuantitatif, contohnya:
1.    Kuda-kuda itu berlari kencang.
2.    Anak-anak bermain bola di pekarangan rumah.
(c)    Intensitas frekuantif, contohnya:
1.    Ia menggeleng-gelengkan kepala.
2.    sejak tadi.
6)      Perulangan pada kata kerja mengandung makna saling atau pekerjaan yang berbalasan.Contoh :
(a)    Kita harus tolong-menolong.
(b)   Saat pertama kali bertemu mereka bersalam-salaman.
7)      Perulangan pada kata bilangan mengandung makna kolektif. Contoh : Anak-anak berbaris dua-dua sebelum masuk kelas.





























BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.   Fonologi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang bunyi bahasa atau ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa. Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain untuk membentuk sebuah kata.
2.   Struktur fonologi ada dua, yaitu fonetik dan fonemik. Sedangkan struktur morfologi ada tiga, yaitu morfem yang bersifat adiktif, replasif, dan substratif.
3.   Uraian tentang struktur morfologi dan fonologi ada banyak macamnya. Terutama tentang pengucapan suatu huruf baik konsonan maupun vokal.

B.     Saran
1.      Dosen
Struktur morfologi dan fonologi sangat penting untuk penagajarn mahasiswa nanti setelah turun di masyarakat, oleh karena itu saat perkuliahan berlangsung diharapkan dosen memberikan materi secara lebih mendalam.
2.      Mahasiswa
Sebuah materi yang esensial, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini. Seorang siswa mampu berbicara dengan baik dikerenakan pendidik yang baik.









DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti M.K., 2009. Kajian Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen
 Pendidikan dan Kebudayaan.

Faisal, M., dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

http://id.wikipedia.org/wiki/Morfologi_%28linguistik%29// (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2011).

http://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/folonogi/  (diunduh pada tanggal 17 Oktober 2011).

0 komentar:

Next Prev
▲Top▲