Ini lebih dari 10 menit, batas
yang kau beri kepadaku agar aku tak merasa nge-blank lagi. Ini hampir 10 kali
lipat dari menit yang kau beri padaku. Sering kali kau menyeretku pada kata
menunggu dan menunggu. Hingga suatu hari aku semakin merasa ragu yang mendalam
pada dirimu. 10 menit, aku sangat ingat sekali, kau mengatakan 10 menit sebelum
kau menutup telfonmu.
Sebenarnya kau menyapaku karna
tak tega jika kau mengetahui aku menangis, atau karna alasan lain, sungguh aku
ingin tahu. Ya kau menangis karnamu, ya aku sakit jika kau sering mengatakan
lebih baik aku mencari seorang yang lain, ya aku sakit. Aku tak ingin
kehilangan dirimu. Ya aku sangat sayang padamu, lalu berapa banyak kata sayang
yang harus aku lontarkan kepadamu ? Dan berapa lama aku harus mengatakan itu
hingga kau benar-benar yakin jika aku sayang padamu ?
Dan kembali pada 10 menit,
setelah kau melemparkan kata 10 menit kuterima sebuah pesan, kubalaspun
kau sepertinya mengacuhkannya. Dan mungkin
inilah keraguan lagi yang kuterima. Kau membuatku menunggu dan menunggu. Padahal
engkaupun tak mau jika kau menungguku. 10 menit itu ku anggap sebagai janji ya
aku terus menunggu hingga detik ini. Dan 10 menit telah menjadi satu jam, dan
berubah lagi menjadi dua am, hingga menjadi 3 jam dan 4 jam. Dan sampai kapan
kau membuatku menunggu ?
Wahai angin, sapalah ia katakan padanya jika aku disini menunggunya dan sungguh masih menunggu. Sampaikanlah pada malam juga jika ia bertemu denga senja, katakan padanya jika aku menunggu masih ditempat yang sama. dengan orang yang sama dalam kondisi yang berbeda.
“Masih menunggu senja”