BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
penulisan artikel ilmiah perlu diperhatikan dan diterapkan kaidah-kaidah
penulisan yang telah ditetapkan. Kaidah penulisan artikel ilmiah dapat dibagi
dua yaitu kaidah yang bersifat universal dan kaidah yang bersifat selingkung.
Secara umum kaidah yang bersifat universal lebih terfokus pada aturan-aturan
penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Sedangkan kaidah yang bersifat
selingkung berkaitan dengan norma-norma penulisan artikel yang bertolak dari
konvensi aturan-aturan penulisan yang lebih bersifat teknis yang harus diikuti
oleh penulis artikel untuk wadah terbitan yang menjadi tujuan.
Untuk
mengawali tulisan, satu hal penting perlu dikemukakan, yakni kaidah
“selingkung” dalam tata tulis ilmiah. Kaidah selingkung adalah aturan-aturan
yang sifatnya berlaku dalam lingkungan tertentu, misalnya departemen satu
berbeda dengan departemen lainnya, pemda satu berbeda dengan pemda lainnya,
majalah satu berbeda dengan majalah lainnya, jurnal satu berbeda dengan jurnal
lainnya. Dengan demikian, apabila kita menyusun karya tulis ilmiah, kita harus
mengikuti aturan yang ada di lingkungan yang dimaksud.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan kaidah penulisan artikel ilmiah ?
2. Apakah
yang dimaksud dengan kaidah penulisan universal
?
3. Apakah
yang dimaksud dengan kaidah penulisan selingkung ?
4. Bagaimanakah
contoh gaya selingkung ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
yang dimaksud dengan kaidah penulisan artikel ilmiah
2. Mengetahui
yang dimaksud dengan kaidah penulisan universal
3. Mengetahui
yang dimaksud dengan kaidah penulisan selingkung
4. Mengetahui contoh gaya selingkung
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kaidah
Penulisan Artikel Ilmiah
Dalam
penulisan artikel ilmiah (hasil penelitian atau hasil pemikiran) perlu
diperhatikan dan diterapkan kaidah-kaidah penulisan yang telah ditetapkan.
Kaidah penulisan artikel ilmiah dapat dipilah menjadi dua, yaitu kaidah-kaidah
penulisan yang bersifat “universal” dan kaidah-kaidah penulian yang bersifat
‘selingkung”. Secara umum kaidah penulisan yang bersifat ‘universal’ lebih
terfokus pada aturan-aturan penggunaan bahasa Indonesia yang berkaitan dengan norma ketatabahasaan, dalam hal ini
norma bahasa Indonesia baku dan tidak baku (Lumintaintang,1996).
Kaidah penulisan artikel ilmiah yang
bersifat selingkung berkaitan dengan norma-norma penulisan artikel ilmiah yang
bertolak dari konvensi aturan-aturan penulisan yang bersifat teknis yang harus
diikuti oleh penulis artikel untuk wadah terbitan satu dengan yang lain biasa
tidak sama. Karena itu, penulis artikel perlu mengetahui aturan yang ditetapkan
oleh wadah terbitan menjadi tujuannya, misalnya kaidah selingkung Jurnal Ilmu
Pendidikan (JIP) jika panulis hendak mengirimkan artikelnya ke JIP.
B.
Kaidah
Penulisan Universal
Tata tulis artikel yang bersifat
“universal” (dalam konteks Indonesia ) mengacu pada penggunaan ragam bahasa
Indonesia (tulis) yang baku. Unsur utama dalam bahasa Indonesia (tulis) yang
baku adalah ejaan. Ejaan dalam penyampaian ide/gagasan seseorang secara
tertulis direpresentasikan dengan kata kepada orang lain (sasaran komunikasi)
mempunyai kedudukan yang sangat penting. Dikatakan oleh Rifai (1995) bahwa kata
yang digunakan untuk menyampaikan satuan-satuan makna dengan corak, nuansa dan
kekuatan yang berbeda-beda. Kekuatan kata dalam bahasa tulis sepadan dengan
warna dalam lukisan, nada dalam musik, dan bentuk dalam ukiran. Unsur utama
dalam bahasa tulis (ejaan) inilah yang membedakannya dengan ragam bahasa lisan,
yang lebih menekankan unsur lafal. Sedangkan unsur yang lain yang menjadi ciri
bahasa Indonesia tulis yang baku adalah peristilahan, bentuk dan pilihan kata,
pengalimatan, pengalinaan, dan tanda baca (Lumintaintang,1996).
Unsur-unsur
bahasa Indonesia (tulis) diatas harus diperhatikan, dicermati, dan digunakan
dalam menulis artikel ilmiah. Hal ini mengarahkan kita untuk mengatakan bahwa
tidak tepat lagi pemakaian tanda baca (koma) yang dihubungkan dengan
panjang-pendeknya nafas. Mengapa? arena dalam penyampaian gagasan ide seseorang
yang dipresentasikan dengan bahasa tulis, setiap pemakaian tanda baca akan
memiliki nilai semantik.
Penerapan
kaidah-kaidah penulisan yang bersifat “universal” dalam penulisan artikel
ilmiah, berdasarkan pencermatan beberapa artikel yang masuk ke Jurnal Ilmu
Pendidikan (JIP) selama ini, masih banyak mengalami kendala. Fenomena ini
mungkin disebabkan oleh antara lain adanya ragam kedwibahasaan penulis,
penekanan unsur utama yang berbeda antara bahasa tulis dan bahasa lisan, dan
sikap penulis terhadap bahasa Indonesia yang belum sepenuhnya positif.
C.
Kaidah
selingkung
Kaidah
penulisan ini lebih berorientasi pada konvensi aturan penulisan artikel yang
bersifat teknis. Kaidah penulisan selingkung ini mungkin berbeda antar wadah
terbitan satu dengan yang lain, baik dalam satu lembaga maupun antar lembaga.
Faktor penyebab adanya perbedaan kaidah selingkung antar penerbitan jurnal
antara lain konteks bidang, karakteristik, lembaga penaung, asosiasi profesi,
dan jenis pengelompokan artikel. Beberapa hal yang terkait dengan gaya
selingkung dalam wadah terbitan jurnal adalah: sistematika penulisan, cara
merujuk, cara menulis daftar rujukan, penulisan/penyajian tabel,
penulisan/penyajian gambar, dan penulisan identitas penulis.
Kalau Anda
gemar membaca dan memiliki tingkat ketelitian yang cukup tinggi, Anda pasti
mengetahui kalau masing-masing penerbit memiliki ciri khas tersendiri. Ciri
khas tersebut bermacam-macam. Ada dari segi desain sampul, ada pula dari segi
bahasa.
Dalam
penerbitan, ada istilah yang disebut gaya selingkung. Gaya selingkung ini
merupakan gaya bahasa yang ditentukan penerbit sebagai salah ciri khas. Selain
itu, gaya selingkung ini bisa dibilang merupakan gaya bahasa baku bagi penerbit
terkait. Sayangnya, gaya selingkung tersebut sering kali bertentangan dengan
ejaan baku yang berlaku.
Pada tataran
morfologi, pelanggaran kaidah morfologi sebagai perwujudan gaya selingkung
penerbit juga dimunculkan. Sebagai contoh, kata mempercayai bagi sejumlah
penerbit merupakan bentuk yang baku, alih-alih memercayai. Padahal proses
pembentukannya sama saja seperti pada kata memukul, yaitu memperoleh akhiran -i
untuk kemudian mendapat awalan meN-. Kata-kata yang lain bisa disebutkan di
sini, yaitu mengkomunikasikan, mempertahankan, dan sebagainya.
Akhirnya,
dalam tataran tanda baca pun hal serupa juga terjadi. Kali ini yang
“membakukan” tidak hanya para penerbit buku, tetapi media massa juga kian ramai
melakukannya. Perlu ditekankan di sini, media massa (surat kabar) sebenarnya
memiliki nilai pembinaan yang jauh lebih dekat dengan masyarakat daripada buku.
Sebab surat kabar cenderung jauh lebih murah daripada buku
D.
Contoh Gaya
Selingkung
·
Tanda baca yang paling sering
disalahgunakan ialah tanda petik tunggal yang sering kali menggantikan peran
tanda petik ganda. Cukup menarik juga disimak karena beberapa kali saya
menemukan kekeliruan ini justru dilakukan oleh mereka yang terbilang berasal
dari kalangan akademik. Tampaknya
kebanyakan mereka beranggapan bahwa tanda petik ganda hanya digunakan untuk
kalimat langsung. Padahal tanda petik ganda berfungsi lain, di antaranya untuk
mengapit istilah yang masih kurang dikenal atau kata yang memiliki arti khusus.
Sebaliknya dengan tanda petik tunggal yang hanya memiliki dua fungsi, yaitu
mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain, dan mengapit terjemahan
atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
·
Salah satunya berkenaan dengan
sejumlah kosakata kekristenan, yaitu sekolah minggu. Sampai saat ini masih ada
penerbit yang membakukan Sekolah Minggu dalam setiap buku terbitan mereka.
Adapun dalam bahasa Inggris, sekolah minggu disebut sebagai Sunday school.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kaidah selingkung merupakan aidah penulisan yang lebih berorientasi pada
konvensi aturan penulisan artikel yang bersifat teknis. Kaidah penulisan
selingkung ini mungkin berbeda antar wadah terbitan satu dengan yang lain, baik
dalam satu lembaga maupun antar lembaga. Faktor penyebab adanya perbedaan
kaidah selingkung antar penerbitan jurnal antara lain konteks bidang,
karakteristik, lembaga penaung, asosiasi profesi, dan jenis pengelompokan
artikel.
B. Saran
Bagi seorang
calon pengajar, tentunya kita dituntut untuk lebih luas memahami berbagai
kaidah penulisan. Pemahaman kaidah selingkung memperkaya pengetahuan dan
memberikan pemahaman yang lebih luas, agar nantinya kita dapat menguasai
berbagai kaidah penulisan , sehingga para peserta didik yang diajar lebih
mengenal berbagai macam kaidah penulisan.
DAFTAR PUSTAKA
http://twahyono.blog.uksw.edu/2012/09/mengenal-gaya-selingkung-artikel-ilmiah.html
Diakses pada
9 Maret 2014, pada pukul 13.30 WIB
0 komentar:
Posting Komentar