Makalah tentang EYD dan Istilah

| Minggu, 25 Mei 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Setiap karya tulis ilmiah (makalah, skripsi, laporan penelitian) dan wacana tulis dinas (laporan kegiatan, laporan tugas dinas) menerapkan aturan-aturan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). EYD memberikan salah satu dari beberapa pedoman yang ada, yaitu penggunaan tanda baca. Pemakaian tanda baca menjadi bahasan yang sangat penting, karena setiap karya tulis ilmiah membutuhkan tanda baca.
            Kesalahan yang sangat fatal, apabila dalam suatu karya tulis ilmiah salah dalam memakai tanda baca. Masalah tersebut muncul akibat kurangnya memahami tanda baca dengan baik dan benar. Namun masalah tersebut dapat dikontrol agar tidak menjadi kesalahan yang berkelanjutan. 
Bahasa tulisan sebagai sebagai salah satu bentuk wacana yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya mensyaratkan seorang penulis untuk menguasai kaidah-kaidah bahasa, khususnya penggunaan EYD. Karena dengan pengusaaan terhadap kaidah EYD, dapat dipastikan pesan informasi yang disampaikan dalam tulisannya dapat dengan mudah dipahami oleh pembacanya (Syarif Yunus, 2012).
Bahasa Indonesia dalam sejarah perkembangannya telah menggunakan beberapa ejaan, antara lain ejaan Van Ophuiysen dan ejaan Soewandi. Akan tetapi, sejak 1972, tepatnya pada 16 Agustus 1972, telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Apabila pedoman ini dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No.0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana pemakaian huruf menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan?
2.         Bagaimana pemakaian huruf kapital dan huruf miring menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan?
3.         Bagaimana penulisan kata menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan?
4.         Bagaimana pemakaian tanda baca menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan?
5.         Bagaimana ketentuan umum pembentuk istilah?
6.         Bagaiman proses pembentuk istilah?
C.      Tujuan
1.         Mengetahui pemakaian huruf menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
2.         Mengetahui pemakaian huruf kapital dan huruf miring menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
3.         Mengetahui penulisan kata menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
4.         Mengetahui pemakaian tanda baca menurut pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
5.         Mengetahui ketentuan umum pembentuk istilah.
6.         Mengetahui proses pembentuk istilah.




BAB II
PEMBAHASAN

I.              PEMAKAIAN HURUF
1.    Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z.
2.     Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan  u.
Huruf
Vokal
Contoh pemakaian dalam kata
diawal
Ditengah
diakhir
A
e

i
o
Api
Enak
Emas
Itu
oleh
Padi
Petak
Kena
Simpan
Kota
Lusa
Sore
Tipe
Murni
radio
Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
3.    Huruf konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
4.    Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
5.    Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
6.    Pemenggalan Kata
1)        Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
           ·          Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
           ·          Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
           ·          Jika di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
           ·          Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
2)        Imbuhan akhiran dan imbuhan aalan, termasuk awalan yang mengalami perubahanbentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapatdipenggal  pada pergantian baris.
3)        Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabungdengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.

II.              PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
1.        Huruf Kapital
Pemakaian huruf yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah huruf kapital atau huruf besar dan huruf miring, sedangkan huruf tebal tidak pernah diatur dalam pedoman EYD. Uraian secara rinci tentang penulisan huruf kapital akan dijelaskan sebagai berikut:
1)        Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
6)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
7)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
9)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
12)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
15)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti anda.
2.        Huruf miring
1)        Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan
2)        Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata
3)        Menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi). Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia

III.              PENULISAN KATA
1.        Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh: Kantor pajak penuh sesak.
2.        Kata Turunan
1)        Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
2)         Jika bentuk kata dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
3)         Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsure gabungan kata itu ditulis serangkai.
4)        Jika salah satu unsure gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
3.        Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
4.        Gabungan Kata
1)        Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsure-unsurnya ditulis terpisah.
2)        Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsure yang bersangkutan.
5.        Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
6.        Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
7.        Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
8.        Partikel
      Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
      Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
9.        Singkatan dan Akronim
1)        Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari atas satu huruf atau lebih.
a.    Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
b.    Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraaan, badan atau organisasi , serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf capital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
c.    Singkatan umum yang terdiri dari atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
d.   Lambang, kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
2)        Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a.    Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf capital.
b.    Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
c.    Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun  gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
10.    Angka dan Lambang
1)        Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakanangka Arab atau angka Romawi.
2)        Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
3)        Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
4)        Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5)        Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an.
6)        Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
7)        Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
8)        Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
9)        Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
10)    Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

IV.               PEMAKAIAN TANDA BACA
1.        Tanda Titik (.)
1)      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pernyataan atau seruan.
2)      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan ikhtisar, atau daftar.
3)      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
4)      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
5)      Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
6)      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel dan sebagainya.
7)      Tanda titik tidak dipakai dibelakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat surat.
2.        Tanda Koma (,)
1)        Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2)        Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
3)        Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
4)        Tanda koma dipakai dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, akan tetapi.
5)        Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o,ya, wah, aduh, kasihan, dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
6)        Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
7)        Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
8)        Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
9)        Tanda koma dipakai di bagian-bagian dalam catatan kaki.
10)    Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakan dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
11)    Tanda koma dipakai dimuka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
12)    Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
13)    Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
14)    Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan lansung dari bagian kalimat yang mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
3.        Tanda Titik Koma (;)
1)        Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan lansung dari bagian kalimat yang mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
2)        Tanda titik koma sebagai pengganti kata pengubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
4.        Tanda Titik Dua (:)
1)        Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
2)        Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
3)        Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
4)        Tanda titik dua dipakai (i) diantara jilid atau nomer dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. 
5.        Tanda Hubung
1)        Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
2)        Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata didepannya pada pergantian baris.
3)        Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Angka “2” sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
4)        Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tunggal.
5)        Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian kata atau ungkapan dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
6)        Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
7)        Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa Asing.
6.        Tanda Pisah (-)
1)        Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangunan kalimat.
2)        Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
3)        Tanda pisah dipakai diantara dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’.
7.        Tanda Elipsis (…)
1)        Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
2)        Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
8.        Tanda Tanya (?)
1)        Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
2)        Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
9.        Tanda seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
10.    Tanda kurung ((…))
1)        Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
2)        Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
3)        Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
4)        Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
11.    Tanda kurung siku ([…])
1)        Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
2)        Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
12.    Tanda Petik (“…”)
1)        Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
2)        Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3)        Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
4)        Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5)        Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
13.    Tanda Petik Tunggal ('...')
1)        Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
2)        Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. 
14.    Tanda Garis Miring (/)
1)        Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
2)        Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
15.    Tanda Penyingkat (Apostrof) (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Dalam penulisan karya ilmiah yang harus diperhatikan ialah dalam pemilihan kata, penggunaan tanda baca, dan harus mengikuti EYD. Adapun manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:
1.      Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif.
2.      Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber.
3.      Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan.
4.      Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis.
5.      Memperoleh kepuasan intelektual.
6.      Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.

V.              PEDOMAN UMUM PEMBENTUK ISTILAH
1.        Istilah dan Tata Istilah
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan ketentuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang dihasilkannya. Misalnya:
1.         Anabolisme
2.         Demokrasi
3.         Laik terbang
4.         pasar modal
5.         pemerataan
6.         perangkap elektron
2.        Istilah Umum dan Istilah Khusus
Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu, yang karena dipakai secara luas, menjadi unsur kosakata umum. Misalnya:
1.         Anggaran belanja
2.         Daya
3.         Nikah
4.         penilaian
5.         radio
6.         takwa
Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.
Misalnya:
1.         Apendektomi
2.         Bipatride
3.         kurtosis
4.         pleistosen
3.        Persyaratan Istilah yang Baik
Dalam pembentukan istilah perlu diperhatikan persyaratan dalam pemanfaatan kosakata bahasa Indonesia yang berikut.
1.      Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan konsep termaksud dan yang tidak menyimpang dari makna.
2.      Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang tersedia yang mempunyai rujukan sama.
3.      Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bernilai rasa (konotasi) baik.
4.      Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar (eufonik).
5.      Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.
4.        Nama dan Tata Nama
Nama adalah kata atau frasa yang berdasarkan kesepakatan menjadi tanda pengenal benda, orang, hewan, tumbuhan, tempat, atau hal. Tata nama (nomenklatur) adalah perangkat peraturan penamaan dalam bidang ilmu tertentu, seperti kimia dan biologi, beserta kumpulan nama yang dihasilkannya. Misalnya:
1.         aldehida
2.         natrium klorida
3.         Primat
4.         oryza sativa

VI.              PROSES PEMBENTUK ISTILAH

1.        Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya

Upaya kecendikiaan ilmuan (scientist) dan pandit (scholar) telah dan terus menghasilkan konsep ilmiah, yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat peristilahan. Ada istilah yang sudah mapan dan ada pula istilah yang masih perlu diciptakan. Konsep ilmiah yang sudah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya mempunyai istilah yang mapan. Akan tetapi, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, digunakan, dan dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia datang dari luar negeri dan sudah dilambangkan dengan istilah bahasa asing. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa kegiatan ilmuwan dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan penciptaan istilah baru.

2.        Bahan Baku Istilah Indonesia

Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang baru. bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari seluruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber, terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab.

3.        Pemantapan Istilah Nusantara

Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti bhinneka tunggal ika, batik, banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara luas sehingga dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.

4.        Pemadanan Istilah

Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan kaidah fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia.

5.        Perekaciptaan Istilah

Kegiatan ilmuwan, budayawan dan seniman yang bergerak di baris terdepan ilmu, teknologi, dan seni dapat mencetuskan konsep yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengungkapkan konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak bidang kegiatannya. Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, penyangga sosrobahu, plasma inti rakyat, dan tebang pilih Indonesia telah masuk ke dalam khazanah peristilahan.

6.        Pembakuan dan Kodifikasi Istilah

Istilah yang diseleksi lewat pemantapan, penerjemahan, penyerapan, dan perekaciptaan dibakukan lewat kodifikasi yang mengusahakan keteraturan bentuk seturut kaidah dan adat pemakaian bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan tersusunnya sistem ejaan, buku tata bahasa, dan kamus yang merekam dan menetapkan bentuk bakunya.



BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Dari penjelasan yang telah dijelaskan dimuka, maka ada beberapa hal yang dapat penulis simpulkan:
1.        Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca.
2.        Ejaan yang berlaku sekarang ini adalah ejaan yang telah ditetapkan dan diberlakukan EYD yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
3.        Penulisan huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, dan pemakaiaan tanda baca diatur dalam pedoman umum EYD.
4.        Fungsi bahasa Indonesia dalam konteks ilmiah sangatlah penting. Karena hasil baik dari penulisan ilmiah tidak lepas dari segi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

B.       Saran
Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara dan bahasa Nasional yang berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah, untuk itu kiranya adalah suatu keharusan bagi kita semua agar mampu memahami ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). Apa yang kita mengerti dan pahami tentang  ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD), sekiranya dapat kita praktekkan dalam penulisan karya ilmiah agar bahasa kita ini tidak tercampur dengan kata-kata asing.
DAFTAR PUSTAKA

Aggota IKAPI. 2010. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan  dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya

Doyin Mukh dan Wagiran. 2011. Bahasa Indonesia. Semarang: UNNES PRESS

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi XVI. Jakarta: Depdiknas & Balai Pustaka.

Yunus, S. 2012. “Penggunaan EYD dalam Penulisan Surat”. www.kompasiana.com. diakses tanggal 6 Maret 2014, pukul 17:00.


diakses tanggal 7 Maret 2014, pukul 20:30.



0 komentar:

Next Prev
▲Top▲