Pengertian Identifikasi Kebutuhan dan Karakteristik Anak Berbakat

| Selasa, 23 Oktober 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Perhatian terhadap pendidikan anak berbakat sebenarnya sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu. Misalnya, Plato pernah menyerukan agar anak-anak berbakat dikumpulkan dan dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan bakal menjadi pemimpin negara dalam segala bidang pemerintahan. Oleh karena itu, mereka dibekali ilmu pengetahuan yang dapat menunjang tugas mereka (Rohman Natawijaya, 1979).
Demikian pula di Indonesia, kehadiran mereka sudah dikenal sejak dulu. Banyak sekolah yang menerapkan sistem loncat kelas atau dapat naik ke kelas berikutnya lebih cepat meskipun waktu kenaikan kelas belum saatnya. Perhatian yang lebih serius dan formal tersurat dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 bahwa peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi anak-anak tersebut secara optimal.
Anak berbakat tidak mengalami kecacatan, seperti anak tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita. Walaupun diantara anak berbakat ada yang menyandang kelainan, tetapi kelainan itu bukan pada terhambatnya kecerdasan. Agar anak berbakat yang mempunyai potensi unggul tersebut dapat mengembangkan potensinya dibutuhkan program dan layanan pendidikan secara khusus. Mereka lahir dengan membawa potensi luar biasa yang berarti telah membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah  mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal sehingga mereka dapat berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa Definisi Anak Berbakat itu?
2.    Apa saja Karakteristik Anak Berbakat itu?
3.    Apa saja Kebutuhan Pendidikan Anak Berbakat itu?
4.    Bagaimana Jenis Layanan bagi Anak Berbakat?

C.  Tujuan
1.    Diharapkan dapat memahami dan menjelaskan definisi anak berbakat.
2.    Diharapkan dapat memahami dan menjelaskan karakteristik anak berbakat.
3.    Diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kebutuhan pendidikan anak berbakat.
4.    Diharapkan dapat memahami dan menjelaskan jenis layanan bagi anak berbakat. 






BAB II
ISI

A.  Definisi Anak Berbakat
Pengertian dan definisi mengenai anak berbakat sangat beragam. Keragaman itu sangat tergantung dari perkembangan pandangan masyarakat terhadap keberbakatan. Beberapa definisi keberbakatan dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.    Definisi versi Amerika 
Pengertian berbakat di Amerika Serikat pada dasarnya dikaitkan dengan skor tes inteligensia Stanford Binet yang dikembangkan oleh Terman setelah Perang Dunia I. Dalam hasil tesnya itu, anak-anak yang memiliki skor IQ 130 atau 140 dinyatakan sebagai anak berbakat (Kirk  &  Gallagher, 1979:6). Sekitar tahun 1950 pengertian tersebut mulai berkembang ketika para pendidik di Amerika Serikat berusaha memberikan  pengertian yang lebih luas tentang anak berbakat.
Pada waktu itu yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted dan talented) ialah mereka yang menunjukkan secara konsisten penampilan luar biasa hebat dalam suatu bidang yang berfaedah (Henry, seperti dikutip oleh Kirk dan Gallagher, 1979:61). Adapun definisi yang digunakan dalam Public Law 97-135 yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1981, yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted and talented) ialah berikut ini.
Anak yang menunjukkan kemampuan/penampilan yang tinggi dalam bidang-bidang, seperti intelektual, kreatif, seni, kapasitas kepemimpinan atau bidang-bidang, akademik khusus, dan yang memerlukan pelayanan-pelayanan atau aktivitas-aktivitas yang tidak biasa disediakan oleh sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh (Clark, 1983:5).
Bertolak dari hasil penelitian tentang proses belajar maka Clark (1983:6) mengemukakan definisi keberbakatan sebagai berikut.Keberbakatan adalah suatu konsep yang berakar biologis, suatu nama dari inteligensia taraf tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju cepat dari fungsi-fungsi dalam otak meliputi pengindraan (physical  sensing), emosi,  kognisi, dan intuisi. Fungsi yang maju dan cepat tersebut mungkin diekspresikan dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang melibatkan kognisi, kreativitas, kecakapan akademik, kepemimpinan atau seni rupa dan seni pertunjukan. Oleh karena itu, dengan inteligensia ini individu berbakat menampilkan atau menjanjikan harapan untuk menampilkan inteligensia pada taraf tinggi. Oleh karena kemajuan dan percepatan perkembangan tersebut, individu memerlukan pelayanan dan aktivitas khusus yang disediakan oleh sekolah agar kemampuan mereka berkembang secara optimal.
Definisi formal yang dikemukakan oleh Francoya Gagne adalah sebagai berikut: Giftedness berhubungan dengan kecakapan yang secara jelas berada di atas  rata-rata dalam satu atau lebih rendah (domains) bakat manusia. Talented berhubungan dengan penampilan (performance) yang  secara jelas berbeda di atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia” (Gagne dalam Calongelo dan Davis, 1991:65).
2.    Definisi versi Indonesia
Adapun definisi berbakat versi Indonesia, seperti dirumuskan dalam seminar/lokakarya Program alternatives for the gifted and talented yang diselenggarakan di Jakarta (1982) bahwa yang disebut anak berbakat adalah mereka yang didefinisikan oleh orang-orang profesional mampu mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa. Mereka menonjol secara konsisten dalam salah satu atau beberapa bidang, meliputi bidang intelektual umum, bidang kreativitas, bidang seni/kinetik, dan bidang psikososial/kepemimpinan. Mereka memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasikan turunan mereka terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri. (Utami Munandar, 1995:41).
Rumusan di atas mengandung implikasi bahwa (a) bakat merupakan potensi yang memungkinkan seorang berpartisipasi tinggi, (b) terdapat perbedaan antara bakat sebagai potensi yang belum terwujud dengan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul, ini berarti anak berbakat yang underachiever juga diidentifikasi  sebagai  anak  berbakat, (c) terdapat keragaman dalam bakat, (d) ada kecenderungan bahwa bakat hanya akan muncul dalam salah satu bidang kemampuan, dan (e) perlunya layanan pendidikan khusus di luar jangkauan pendidikan biasa.
Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang disebut anak berbakat  adalah “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa”. Kecerdasan berhubungan dengan perkembangan kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang dimaksud dalam batasan ini meliputi (a) kemampuan intelektual umum dan akademik khusus, (b) berpikir kreatif-produktif, (c) psikososial/ kepemimpinan, (d) seni/kinestetik, dan (e) psikomotor.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul dari anak rata-rata/normal baik dalam kemampuan intelektual maupun nonintelektual sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus. Moh. Amin (1996) menyimpulkan bahwa keberbakatan merupakan istilah yang berdimensi banyak. Keberbakatan bukan semata-mata karena seseorang memiliki inteligensia tinggi melainkan ditentukan oleh banyak faktor. 

B.  Karakteristik Anak Berbakat
Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial/emosi, dan fisik/kesehatan.
1.    Karakteristik Akademik
Roe, seperti dikutip oleh Zaenal Alimin (1996) mengidentifikasikan karakteristik keberbakatan akademik adalah:
a.    memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
b.    keranjingan membaca,
c.    menikmati sekolah dan belajar.
Sedangkan Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1994) mengemukakan karakteristik keberbakatan bidang akademik adalah:
a.    memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus,
b.    memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminologi dari bidang akademik khusus,
c.    mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus  yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain,
d.   kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
e.    memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan  motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
f.     belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa  seorang anak berbakat berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini memiliki keberbakatan dalam membaca.  

2.    Karakteristik Sosial/Emosi
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
a.    diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
b.    keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan sumbangan positif dan konstruktif,
c.    kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
d.   memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
e.    perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
f.     bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan dengan  situasi,
g.    mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa,
h.    mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
i.      memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu dan akrab dalam bermain). Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16 tahun.    

3.    Karakteristik Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan (a) memiliki penampilan yang menarik dan rapi, (b) kesehatannya berada lebih baik  atau di atas rata-rata, (studi longitudinal Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang  menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk,  1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan  karena  ia  telah  mengikatkan  diri  pada  tugas  atas  kehendaknya sendiri.

C.  Kebutuhan Pendidikan Anak Berbakat
Keanekaragaman yang ditemui diantara anak-anak termasuk anak berbakat mencerminkan jenis dan jumlah adaptasi yang perlu diadakan sekolah untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka. Kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat ditinjau dari 2 kepentingan berikut.
1.    Kebutuhan Pendidikan dari Segi Anak Berbakat itu Sendiri
Oleh karena potensi yang dimiliki anak berbakat sedemikian  hebatnya jika dibandingkan dengan anak biasa maka untuk mengembangkan potensinya mereka membutuhkan hal-hal berikut ini.
a.  Anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensinya melalui penggunaan fungsi otak yang efektif dan efisien. Mereka tetap membutuhkan pengembangan fungsi otaknya walaupun telah memiliki otak yang hebat. Apalagi penggunaan kapasitas otak itu hanya 5% dari fungsi keseluruhannya (Conny Semiawan, 1995). Melalui pendidikan terjadi interaksi antara potensi bawaan individu dengan lingkungannya.
b.  Membutuhkan peluang untuk dapat berinteraksi dengan anak-anak lainnya sehingga mereka tidak menjadi manusia yang memiliki superioritas intelektual saja tetapi merupakan manusia yang mempunyai tingkat penyesuaian yang tinggi pula.
c.  Membutuhkan peluang untuk mengembangkan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi karena usaha pengembangan anak berbakat tidak semata-mata hanya pada aspek kecerdasan saja.
Dengan memenuhi kebutuhan tersebut diharapkan anak berbakat  tidak hanya menjadi insan yang superior karena gagasan dan pemikirannya yang cemerlang, tetapi ia juga dapat menjadi manusia harmonis dalam bergaul. Anak berbakat adalah individu yang utuh yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain.

2.    Kebutuhan Pendidikan yang Berkaitan dengan Kepentingan Masyarakat
Kehadiran anak berbakat dengan potensinya yang bermakna  sangatlah merugikan jika potensi yang dimiliki anak tersebut tidak diakomodasi dan didorong untuk berkembang sehingga dapat berguna dalam pengembangan bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan anak berbakat membutuhkan dukungan dari masyarakat, antara lain sebagai berikut.
a.    Membutuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap pengembangan potensi anak berbakat. Apabila kepedulian ini kurang atau tidak ada maka potensi anak tersebut menjadi mubazir, maksudnya anak berbakat berada di bawah potensi kemampuannya. Kepedulian ini digambarkan oleh Moh. Amin (1996) dengan mengatakan bahwa sejak dahulu Plato telah menyerukan agar anak-anak berbakat dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan akan menjadi pemimpin dalam segala bidang.
b.    Membutuhkan pengembangan sumber daya manusia berbakat. Usaha pengembangan sumber daya manusia berbakat merupakan pengakomodasian serta pengembangan aset bangsa karena anak-berbakat ini dapat menjadi penopang dan pendorong kemajuan bangsa karena potensi yang dimilikinya berkembang secara optimal.
c.    Anak berbakat membutuhkan keserasian antara kemampuannya dengan pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan perlu mewujudkan lingkungan yang kaya pengalaman sehingga dapat memenuhi perkembangan anak berbakat. Anak-anak berbakat memiliki perspektif masa depan yang jauh berbeda dengan orang lain.
d.   Membutuhkan usaha untuk mewujudkan kemampuan anak berbakat secara nyata (rill) melalui latihan yang sesuai dengan segi keberbakatan anak berbakat itu sendiri.
D.  Jenis-Jenis Layanan Bagi Anak Berbakat
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam memberi layanan kepada anak berbakat adalah sebagai berikut.
1.    Komponen sebagai Persiapan Penentuan Jenis Layanan
Sebelum menentukan jenis layanan pendidikan bagi anak berbakat, perlu memperhatikan beberapa hal yang penting, antara lain sebagai berikut.
a.    Pengidentifikasian anak berbakat
Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah hal yang mudah. Oleh  karena banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak menampakkan bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak diantara mereka berasal dari  golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan kemampuan bicara. Langkah pertama dalam pengenalan anak berbakat adalah menentukan alasan atau sebab untuk mencari mereka. Jika kita memilih kelompok matematika maka pendekatan akan berlainan kalau  kita mencari siswa yang mempunyai keterampilan menulis kreatif atau untuk kemampuan seni pementasan, kepemimpinan, dan lain-lain.
Alat-alat yang digunakan dalam identifikasi berfokus pada beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Kirk (1986), yaitu kelancaran (kemampuan untuk memberikan jawaban bagi pertanyaan yang diberikan), kelenturan (kemampuan untuk memberikan berbagai macam jawaban atau beralih dari satu macam respons ke respons yang lain), dan kemurnian (kemampuan untuk memberikan respons yang unik dan layak). Namun, hal-hal yang ditemukan oleh guru, orang tua, perlu dicek dengan tes standar dan pengukuran kemampuan objektif lainnya oleh para ahli dalam bidang tersebut.
Selanjutnya Renzulli, dkk., seperti dikutip Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat harus mewakili kawasan-kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen terhadap tugas, dan kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi oleh motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya dan ketiga dimensi itu saling berhubungan. Prosedur identifikasi  dengan sendirinya memperhatikan faktor intelektual dan non intelektual. Pendekatan Renzulli ini penting karena dapat membedakan anak-anak berbakat dari mereka yang biasa-biasa saja terutama dilihat dari faktor motivasi dan kreativitas.

b.    Tujuan umum pendidikan anak berbakat
Tujuan program pendidikan anak berbakat adalah (1) anak-anak berbakat harus menguasai sistem konseptual yang penting ada pada tingkat kemampuan mereka dalam berbagai bidang mata pelajaran, (2) anak-anak berbakat harus mengembangkan keterampilan dan strategi yang memungkinkan mereka menjadi mandiri, kreatif, dan memenuhi kebutuhan dirinya, dan (3) anak-anak berbakat harus mengembangkan suatu kesenangan dan kegairahan tentang belajar yang akan membawa mereka melalui kerja keras dan kerutinan yang merupakan bagian proses yang tidak dapat dihindarkan (Samuel A. Kirk, 1986).

c.    Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik itu kepentingan individu anak berbakat itu sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat
Dari analisis komponen-komponen tersebut diciptakan jenis  layanan pendidikan yang merupakan alternatif dalam implementasi pendidikannya.

2.    Komponen sebagai Alternatif Implementasi Jenis Layanan
Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan implementasi layanan pendidikan anak berbakat.
a.  Ciri Khas Layanan yang sesuai dengan Kebutuhan Anak Berbakat
1)  Adaptasi lingkungan belajar
Ada beberapa alasan dalam mengadaptasi lingkungan belajar, yaitu (a) untuk memberi kesempatan anak berbakat dalam berinteraksi dengan teman yang seusia, (b) untuk memudahkan guru dalam mengajar karena berkurangnya keanekaragaman siswa, dan (c) untuk menempatkan siswa berbakat dengan pengajar yang yang mempunyai keahlian khusus dalam menangani anak berbakat. Sehubungan  dengan adaptasi lingkungan belajar ini Gallagher, dkk. (1983) mengemukakan ada beberapa cara sebagai berikut.
a)    Kelas pengayaan, guru kelas melaksanakan suatu program tanpa bantuan petugas dari luar.
b)   Guru konsultan, pelaksanaan program pengajaran dalam kelas biasa dengan bantuan konsultan khusus yang terlatih.
c)    Ruangan sumber belajar, siswa berbakat meninggalkan ruang kelas biasa ke ruangan sumber untuk menerima pengajaran dari guru yang terlatih.
d)   Studi mandiri, siswa memilih proyek-proyek dan mengerjakannya di bawah pengawasan seorang guru yang berwewenang.
e)    Kelas  khusus,  siswa  berbakat  dikelompokkan  bersama-sama  di sekolah dan diajar oleh guru yang dilatih khusus.
f)    Sekolah  khusus,  siswa  berbakat  menerima  pengajaran  di  sekolah khusus dengan staf guru yang dilatih secara khusus.
Selanjutnya,  Utami  Munandar  (1996)  mengemukakan  bahwa  alternatif lingkungan  belajar/tempat  belajar  anak  berbakat  dapat  berupa  sekolah unggulan  yang  dapat  menampung  anak-anak  berprestasi  tinggi  dari daerah  sekitarnya.  Di  sekolah  unggulan  itu  mereka  dihadapkan  dengan program yang memungkinkan akselerasi dan pengayaan. 

2)   Adaptasi Program
Adaptasi program dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya  sebagai berikut.
a)    Melalui percepatan/akselerasi siswa
Stanley (1979) mengemukakan beberapa cara percepatan, yaitu:
(1)   pemasukan ke sekolah pada usia dini, anak yang memperlihatkan kematangan sosial dan intelektual diperbolehkan memasuki Taman Kanak-kanak pada usia lebih muda dari anak pada umumnya;
(2)   pelompatan tingkat/kelas, anak dengan cepat naik kelas  pada kelas/tingkat  berikutnya  walaupun  belum  saatnya  kenaikan  kelas;
(3)   percepatan materi, anak mengikuti materi standar dengan waktu yang lebih singkat,  misalnya  belajar di Sekolah Menengah Pertama hanya  dua  tahun;
(4)   penempatan  yang  maju,  siswa  mengambil pelajaran  di  Perguruan  Tinggi  sementara  ia  masih  di  Sekolah Menengah Atas; dan
(5)   pemasukan ke Perguruan Tinggi yang lebih awal, seorang siswa yang sangat maju bisa masuk Perguruan Tinggi dalam usia 13, 14 atau 15 tahun.
b)   Melalui pengayaan
Pengayaan isi (mata pelajaran) memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari materi secara luas, seperti menggunakan ilustrasi khusus, membuat contoh-contoh, memperkaya pandangan, dan menemukan sesuatu.
c pendekatan yang bersifat multi dimensional (faktor jamak). Faktor tunggal menggunakan kriteria keberbakatan berdasarkan inteligensia yang tinggi, sedangkan faktor jamak menggunakan kriteria keberbakatan tidak semata-mata  ditentukan oleh faktor inteligensia, tetapi juga hasil perpaduan atau hasil interaksi dengan lingkungan.
Demikian pula dalam memandang tentang karakteristik anak berbakat yang tidak hanya ditinjau dari keberbakatan akademik, tetapi ditinjau pula dalam keberbakatan sosial, emosional, penampilan dan pemeliharaan kesehatan. Anak berbakat pada umumnya memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan anak-anak normal sehingga mereka membutuhkan program dan layanan pendidikan secara khusus dengan melalui adaptasi pendidikan bagi anak-anak berbakat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian M. Soleh, dkk., populasi anak  berbakat adalah 3% dari anak seusianya dan 3-8 % dari mereka berada di sekolah biasa. Dari data tersebut, sangat mungkin apabila di kelas-kelas kita akan hadir anak berbakat yang selama ini dihadapkan dengan kurikulum yang umum dan waktu belajar yang sama dengan teman sekelasnya atau dengan jenis layanan yang relatif sama dengan teman sekelasnya. Alangkah ruginya anak berbakat jika dihadapkan dengan situasi demikian secara terus-menerus. 
Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingan anak berbakat  itu  sendiri  adalah  yang  berhubungan  dengan  pengembangan potensinya  yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat itu anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi, dan  pengembangan  kreativitas  dan  motivasi  internal  untuk  belajar berprestasi. Dari segi kepentingan masyarakat, anak berbakat membutuhkan kepedulian, pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan pengalaman,  dan kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara nyata.
Selanjutnya,  dalam  menentukan  jenis  layanan  bagi  anak  berbakat perlu memperhatikan beberapa komponen berikut. Komponen persiapan penentuan  jenis  layanan,  seperti  Mengidentifikasi  anak  berbakat merupakan  hal yang tidak mudah karena banyak anak berbakat  yang tidak  menampakkan  keberbakatannya  dan  tidak  dipupuk.  Untuk mengidentifikasi  anak  berbakat  Anda  perlu  menentukan  alasan  atau sebab mencari mereka sehingga dapat menentukan alat identifikasi yang sesuai  dengan  kebutuhan  tersebut. Tujuan pendidikan anak berbakat adalah agar mereka menguasai sistem konseptual yang penting sesuai dengan kemampuannya, memiliki keterampilan yang menjadikannya mandiri dan kreatif, serta mengembangkan kesenangan dan kegairahan belajar untuk berprestasi.
Selanjutnya, komponen alternatif implementasi layanan meliputi ciri khas layanan, strategi pembelajaran dan evaluasi. Hal-hal yang diperhatikan dalam ciri khas layanan adalah adaptasi lingkungan belajar, seperti usaha pengorganisasian tempat belajar (sekolah unggulan, kelas khusus, guru konsultan, ruang sumber). Selain itu, ada adaptasi program, seperti usaha pengayaan, percepatan, pencanggihan, dan pembaruan program, serta modifikasi kurikulum (kurikulum plus dan berdiferensiasi).
Berkaitan dengan strategi pembelajaran bahwa strategi pembelajaran  yang  dipilih  harus  dapat  mengembangkan  kemampuan intelektual dan non intelektual serta dapat mendorong cara belajar anak berbakat. Oleh karena itu,  anak berbakat membutuhkan model layanan khusus, seperti bidang kognitif afektif,  moral,  nilai,  kreativitas,  dan bidang-bidang khusus. Evaluasi pembelajaran anak berbakat menekankan pada pengukuran dengan acuan kriteria dan pengukuran acuan norma.

DAFTAR PUSTAKA



Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI Press.

Wardani, dkk. 2008. Materi Pokok Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka. 

0 komentar:

Next Prev
▲Top▲