Melewatkan Jejak Embun

| Rabu, 12 Februari 2014

Ya sejak hari yang lalu aku terlalu sibuk. Menjalankan tugasku sebagai makhluk bumi harus kesana kemari. Mengacuhkan tentang senja bahkan aku melewati 2 hari ini tanpa jejak embun. Ilalang masih terlihat menyemangatiku dari jauh, melontarkan senyum kesabaran.  Entahlah hasrat rindu kepada embun melonjak-lonjak memenuhi batin.
Terbangun dari tidurku, rasanya pening sekali. Ku tengok jarum jam yang setia berputar mengelilingi diantara kumpulan angka-angka, hatiku berdebar gemuruh. Aku melewatkan jejak embun untuk kesekian kalinya. Betapa kecewanya aku, dan mungkin embun juga merasakan hal yang sama. Pagi ini aku tak mampu menyapa embun, tak mampu melihat senyuman embun dan lebih dari itu aku tak tahu pesan yang dibawa oleh embun pagi ini.
Mentari sudah berjalan searah sudut 45 derajat, mebun sudah pergi. Dan sungguh aku melewatkan jejak embun. Tak bisakah engkau lebih lama hadir disini embun, aku sangat rindu padamu. Tak hanya melewatkan embun kali ini aku melewatkan sahabat baruku yaitu fajar. Sudahlah ini kecerobohanku. Sudahlah ini semua salahku. Tak mendengarkan pesan alam yang sejak dari malam berbicara padaku untuk beristirahat lebih awal.
Ya aku terlalu lelah… maafkan aku embun maafkan aku.


0 komentar:

Next Prev
▲Top▲