Makalah Prinsip Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD Kelas

| Kamis, 23 Januari 2014
MAKALAH
 PRINSIP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SD KELAS 5
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD Kelas Tinggi
Dosen Pengampu : Bapak Sukardi

Disusun oleh :
1.      Nailis Sa’adah                   (1401411132)
2.      Rini Susanti                       (1401411218)
3.      Puji Rokhayanti                (1401411222)
4.      Agus Stiawan                    (1401411304)
5.      Ayu Faridha                      (1401411390)
6.      Umi Hani Fiarini               (1401411497)
7.      Nur Lailatul Azizah          (1401411498)
8.      Lela Diska                         (1401411090)
9.      Farah Nur Anina   I           (140141020)
10.  Tri Wahyuni                      (1401411
11.  Ariqiyati                            (1401411385)
12.  Siti Musyayati                   (1401411555)
Rombel 10
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil kesastraan Indonesia.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dasar dilaksanakan secara integratif (terpadu). Bentuk keterpaduan tersebut dapat dapat dilakukan secara intra bidang atau antar bidang studi. Bentuk keterpaduan ini juga dapat dilakukan melalui pemanduan konsep dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Semua kegiatan ini diintegrasikan oleh tema-tema yang bermakna, yang ditentukan bersama-sama oleh guru dan siswa.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara terpadu sepatutnya dilaksanakan di SD sesuai dengan cara anak memandang dan menghayati dunianya. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ini diharapkan siswa dapat memahami rasional serta konsep-konsep yang terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia secara terpadu.
Maka prinsip-prinsip dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ini diharapkan agar peserta didik dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik lisan maupun tulisan, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan  emosional dan sosial, menikmati dan memanpaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahsa dan menghargai juga membanggakan sastra Indonesia sebagai kazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja prinsip pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD kleas 5?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui prinsip pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD kleas 5.
BAB II
PEMBAHASAN

Tujuan pembelajaran pada dasarnya adalah rumusan kualifikasi kemampuan yang harus dicapai oleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Sasaran dari tujuan pembelajaran meliputi bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Secara hirarkis tujuan dapat di urutkan dari mulai yang bersifat umum atau jangka panjang sampai pada tingkat tujuan jangka panjang sampai dengan yang spesifik.
Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur dan tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan. Pembelajaran bahasa Indonesia yang di tata dan di atur sedemikian rupa dengan di dasarkan pada berbagai aspek yang menyangkut aspek konsep pembelajaran bahasa Indonesia.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Adapun prinsip pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas 5 adalah:
1.      Prinsip Kontekstual
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistic dan bertujuan membantu siswa kelas  untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. 
Contextual Teaching and Learning (CTL) disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. 
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapainya. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada member informasi. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa .
b.      Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
c.       Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
d.      Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan  mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual:
a.       Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
b.      Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks
c.       Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri.
d.      Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri.
e.       Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
f.       Menggunakan penilaian otentik
g.      Bertanya (Questioning) dalam Pendekatan Kontektual (CTL)
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama untuk pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment). 
a)      Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu. Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses  pembelajaran (Wina Sanjaya : 2006). Menurut Suparno ( 1997:49 ) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah : (a) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (b) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk bernalar; (c) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah; (d) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
b)      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
c)      Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk :
1)      menggali informasi,
2)      menggali pemahaman siswa,
3)      membangkitkan respon kepada siswa,
4)      mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
5)      mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,
6)      memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru,
7)      membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d)     Masyarakat Belajar (Learning Community)
Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri, tetapi mebutuhkan bantuan orang lain. Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari „sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Model pembelajaran dengan teknik ” Learning Community ” sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Praktiknya dalam pembelajaran terwujud dalam:
1)      Pembentukan kelompok kecil
2)      Pembentukan kelompok besar
3)      Bekerja dengan kelas sederajat
4)      Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
5)      Bekerja dengamn masyarakat
e)      Pemodelan (Modeling)
 Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. Misalnya : Guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain sebagainya.
Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
f)       Refleksi (Reflektion)
 Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
g)      Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
 Penilaian nyata (Authentic Assessment ) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses Belajar bukan kepada hasil belajar. Terdapat beberapa karakteristik dalam CTL :
1)      Kerjasama
2)      Saling menunjang
3)      Menyenangkan, tidak membosankan
4)      Belajar dengan bergairah
5)      Pembelajaran terintegrasi
6)      Menggunakan berbagai sumber
7)      Siswa aktif
8)      Sharing dengan teman
9)      Siswa kritis guru kreatif
10)  Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,  artikel, humor dan lain-lain
11)  Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.

2.      Prinsip Integratif
Bahasa adalah suatu sistem. Hal ini senada dengan pendapat Maksan (1994:2) yang mengatakan bahasa adalah suatu sistem. Hal tersebut berarti suatu keseluruhan kegiatan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan untuk mencapai tujuan berbahasa yaitu berkomunikasi.  Subsistem bahasa adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Keempat system ini tidak dapat berdiri sendiri. Artinya, pada saat kita  menggunakan bahasa, tidak hanya menggunakan salah satu unsur  tersebut. Sebagai contoh pada saat pembelajaran berbicara, kita menggunakan kata, kata disusun menjadi kalimat, kalimat yang kita ucapkan menggunakan  intonasi yang tepat. Dalam kaitan ini secara tidak sadar kita telah  memadukan unsur fonologi (lafal, intonasi), morfologi (kata), sintaksis (kalimat), dan semantik (makna kalimat).
 Berdasarkan kenyataan di atas, maka pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya tidak disajikan secara terpisah-pisah. Pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya disajikan secara  terpadu atau terintegratif baik antara unsure fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik ataupun pemaduan antara keterampilan berbahasa Indonesia. Sebagai contoh dalam pembelajaran keterampilan membaca, kita dapat sekaligus memadukan keterampilan menulis, dan keterampilan berbicara. Selain itu, dalam pembelajaran menyimak, kita dapat memadukan keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, dan keterampilan membaca atau menulis.

3.      Prinsip Fungsional
Tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan Kurikulum 2004 adalah agar peserta didik dapat menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan baik dan benar. Hal ini sejalan dengan prinsip pembalajaran bahasa yang fungsional, yaitu pembelajaran bahasa harus dikaitkan dengan fungsinya, baik dalam berkumunikasi maupun dalam memenuhi keterampilan untuk hidup (Purnomo, 2020:10-11).
Prinsip fungsional dalam pembelajaran bahasa pada hakikatnya sejalan dengan konsep pembelajaran pendekatan komunikatif. Konsep pendekatan komunikatif mengisyaratkan bahwa guru bukanlah penguasa dalam kelas. Guru bukanlah satu-satunya pemberi informasi dan sumber belajar. Sebaliknya, guru harus sebagai penerina informasi (Hairuddin, 2000:136). Jadi, pembelajaran harus berdasarkan multisumber. Dengan kata lain, sumber belajar terdiri atas peserta didik, guru, dan lingkungan sekolah. Lebih tegas lagi Tarigan (Hairuddin, 2000:36) mengungkapkan bahwa dalam konsep pendekatan komunikatif peran guru adalah sebagai pembelajar  dalam proses pembelajaran disamping sebagai pengorganisasi,, pembimbing, dan peneliti.

4.      Prinsip Apresiatif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988:46) kata “apresiasi” berarti “penghargaan”. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, istilah apresiatif dimaknai “menyenangkan”. Jadi, prinsip pembelajaran yang apresiatif  berarti pembelajaran yang menyenangkan.  Jika dilihat dari artinya, prinsip apresiatif ini tidak hanya berlaku untuk pembelajaran sastra, tetapi juga untuk pembelajaran aspek yang lain seperti keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Dalam hal ini pembelajaran sastra dapat dipadukan dalam pembelajaran keempat keterampilan berbahasa tersebut.



BAB III
PENUTUP

A.       Simpulan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Ada beberapa prinsip pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas 5 yaitu, prinsip kontekstual, prinsip integratif, prinsip fungsional dan prinsip apresiatif. Kontekstual bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari, prinsip integratif berarti pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya disajikan secara  terpadu atau terintegratif baik antara unsure fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik ataupun pemaduan antara keterampilan berbahasa Indonesia, fungsional berarti pembelajaran bahasa harus dikaitkan dengan fungsinya, baik dalam berkumunikasi maupun dalam memenuhi keterampilan untuk hidup, dan apresiatif yang berarti pembelajaran yang menyenangkan.

B.        Saran
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas 5 hendaknya menggunakan prinsip kontekstual, prinsip integrative, prinsip fungsional dan prinsip apresiatif agar siswa lebih memahami materi yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal.



DAFTAR PUSTAKA

Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sudjana (2005) Dasar Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru Algesindo

0 komentar:

Next Prev
▲Top▲